1

Tanaman Bercahaya

Posted by YULFA UPA (yulfa sari tarigan) on 08.25

 September 29 2015,,
Sesuatu yang memunculkan berwarna identik dengan keindahan, apalagi jika warna tersebut bisa memancarkan cahaya. Peran warna telah dimanfaatkan secara luas dalam mengekspresikan sesuatu dan bahkan tanpa kita duga dapat mengatasi kelangkaan sumber energi listrik yang sedang di alami di negeri ini.
          Alam dan isinya termasuk binatang dan mikroba dengan kelengkapannya menyediakan kemudahan dalam analisa bioteknologi. Dimana kemudahan ini dapat kita manfaatkan melalui beberapa binatang dan mikroba yang memiliki kemampuan menghasilkan warna atau bisa memancarkan cahaya (berpendar) dengan warna tertentu.
          Bioluminescence adalah istilah yang sering digunakan untuk mendefinisikan kemampuan memancarkan cahaya ini. Dimana Binatang yang memiliki bioluminescence diantaranya firefly (kunang-kunang), jellyfish (ubur-ubur) dan ikan laut-dalam seperti anglerfish. Plankton, gurita dan cumi-cumi tertentu juga memiliki kemampuan berpendar. Sedangkan dari jenis mikroba, bioluminescence dimiliki oleh kebanyakan anggota dari famili Vibrionaceae.
Keberhasilan isolasi gen (kloning) luciferase dari kunang-kunang Photinus pyralis pada awal 1980-an oleh Helinski dan Marlene merupakan salah satu babak baru dalam perkembangan. Maka jelas bahwa kemungkinan untuk menciptakan tanaman bercahaya bukan hanya impian semata, terlebih lagi menciptakan tanaman bercahaya untuk mengatasi krisis energi listrik di daerah kita dan bahkan dapat meluas hingga negara kita. Dimana kebutuhan energi listrik di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun ini sekitar 6,4% sedangkan untuk Aceh sendiri membutuhkan listrik mencapai 376 MW. Oleh sebab itu dengan adanya tanaman bercahaya ini dapat mengurangi kebutuhan listrik di negara kita terutaman untuk daerah kita terlebih dahulu yaitu Nanggroe Aceh Darusslam ( NAD ).

          Kemampuan menghasilkan warna atau pun sifat bioluminescence tersebut tidak digunakan secara langsung, tetapi melalui teknik isolasi gen yang mengkodenya.
            Telah ditemukan bahwa gen yang mengkode kemampuan berpendar pada kunang-kunang dikode oleh LUC (luciferase), dan pada ubur-ubur dikode oleh GFP (green fluorescent protein).
Luciferase adalah nama sebuah enzim yang bisa memendarkan cahaya. Produksi cahaya pada kunang-kunang merupakan reaksi kimia yang terjadi pada organ pemancar cahaya, seperti bagian bawah abdomen (perut). Pada bagian ini, enzim luciferase menggunakan luciferin sebagai substrat untuk merangsang pemancaran cahaya. Cahaya yang dihasilkan memiliki panjang gelombang antara 510 sampai 670 nanometer dengan warna pucat kekuningan sampai hijau kemerahan.

Metode Klon luciferase dari kunang-kunang ke tanaman
Luciferase menghasilkan cahaya dengan cara mengoksidasi luciferin dan pada umumnya bersifat ATP-dependent .Penggunaan luciferase sebagai reporter gen memiliki keunggulan di antaranya luciferin (substrat) yang dipakai bersifat water soluble (larut dalam air) sehingga dapat dengan mudah masuk ke dalam sel. Selain itu, luciferase bisa melangsungkan reaksinya di dalam sel hidup karena produk reaksinya tidak bersifat toxic (beracun) bagi makhluk hidup.



Luciferin yang digunakan sebagai substrat memiliki konsentrasi 1 mM dan dimasukkan pada botol sprayer yang terlindung dari cahaya (lindungi dengan aluminium foil). Sedangkan perangkat sistem pengambilan gambar terdiri dari detektor (kamera CCD), pengontrol detektor dan komputer.
Kamera diletakkan di ruang atau kotak gelap (dark chamber) dengan ukuran 40 x 40 x 55 cm (panjang x lebar x tinggi). Kotak gelap diletakkan terpisah dengan pengontrol detektor. Sampel terlebih dahulu harus disemprot dengan luciferin (substrat) secara merata, kira-kira 4-5 kali semprotan. Dengan cepat sampel diletakkan pada tempat sampel (sample stage) yang berjarak 30 cm dari lensa kamera. Biarkan selama 5 menit sebelum pengambilan gambar ekspresi luciferase. Setelah mengatur fokus pada sampel, maka pengambilan gambar bisa segera dilakukan dan langsung bisa diproses di komputer. Contoh hasil pemotretan seperti di bawah ini.
 
Gambar 4. Ekspresi luminescence RD29A-LUC pada seedling Arabidopsis.
Gambar diatas merupakan tanaman Arabidopsis dengan menggunakan promoter yang bertanggung jawab terhadap stress lingkungan. Ekspresi luciferase (gambar D, E dan F) menunjukkan bahwa beberapa seedling telah positif mengadung luciferase dan responsif terhadap perlakuan beberapa stress seperti cold (stress dingin), ABA/stress osmotic, dan NaCl (stress garam).
Tingkat ekspresi luciferase bisa dilihat dari warnanya. 
Warna putih-merah menunjukkan ekspresi tertinggi. Warna kuning-hijau menunjukkan ekspresi sedang, dan warna biru-hitam menunjukkan ekspresi terendah. Untuk itu jika terlalu banyak ekspresi yang positif, maka sebaiknya dipilih ekspresi tertinggi yaitu warna putih.
Setelah diketahui bahwa tanaman tersebut sudah terekspresi luciferase, maka tanaman tersebut dapat di kulturkan menjadi tanaman yang utuh, dan selanjutnya mengalami aclimatisasi dimana tanaman yang telah di kulturkan di pindahkan ke lingkungan atau tempat untuk penyesuaian sebelum ke lapangan. Tahap akhir yaitu, apabila tanaman telah berhasil pada masa aclimatisasi, maka tanaman siap di tanam di lapangan.
Dan dengan keberhasilan ini kita dapat mengatasi krisis energi listrik di negara kita ini yaitu dengan menanam tanaman yang  dapat bercahaya dan di tanam di setiap pinggir jalan raya untuk mengurangi pemakaian energi listrik di setiap daerah terutama di daerah kita ini Nanggroe Aceh Darussalam ( NAD )
:)










seperti ini ni gambarannya
 
 mencoba menulis
mohon komentarnya....

Copyright © 2009 BERBAGI ITU INDAH All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.