0

ETNOBOTANI : TANAMAN HIAS

Posted by YULFA UPA (yulfa sari tarigan) on 16.31
Laporan Praktikum III

ETNOBOTANI : TANAMAN HIAS


Nama               : Yulfa Sari Tarigan
NIM                : 1305101050051
Kelas               : 1 (Satu)
Kelompok        : 3 (Tiga)














LABORATORIUM ILMU GULMA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2015





BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Pada umumnya tumbuhan dipandang dari manfaat yang didapat, tumbuhan dibagi menjadi dua yaitu, tanaman yaitu tumbuhan yang menguntungkan dan dibudidayakan dan tumbuhan yang merugikan. Tumbuhan yang merugikan atau tumbuhan yang tidak dikehendaki dalam dunia pertanian disebut gulma (weed).
Etnobotani secara terminologi dapat dipahami sebagai hubungan antara botani(tumbuhan) yang terkait dengan etnik (kelompok masyarakat) di berbagai belahan bumi, danmasyarakat umumnya. Etnobotani adalah penelitian ilmiah murni yang mengunakan
pengalama pengetahuan tradisional dalam memajukan dan improvisasi kualitas hidup, tidak hanya bagimanusia tetapi juga kualitas lingkungan, karena nilai nilai guna yang dimiliki dan digunakansecara antrophologis adalah konservasi tumbuhan tersebut harus dilakukan sebagaikonsekuensinya. Etnobotani menekankan bagaimana mengungkap keterkaitan budayamasyarakat dengan sumberdaya tumbuhan di lingkungannya secara langsung ataupun tidak langsung. Penekanannya pada hubungan mendalam budaya manusia dengan alam nabatisekitarnya. Mengutamakan persepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam lingkup hidupnya (Suryadarma,2008).
Gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya pada lahan budidaya pertanian yang dapat berkompetisi dengan tanaman budidaya sehingga berpotensi untuk menurunkan hasil tanaman budidaya tersebut. Tanaman budidaya yang tumbuh secara liar di lahan produksi yang diperuntukkan untuk jenis tanaman lainnya juga digolongkan sebagai gulma. Kompetisi antara gulma dan tanaman dapat berupa kompetisi antara tajuk dalam memanfaatkan cahaya matahari  dan/atau kompetisi antara sistem perakarannya dalam memanfaatkan air dan unsur hara (Barus, 2003).

Gulma merupakan salah satu kendala utama usahatani di lahan pasang surut. Gulma, yang merupakan pesaing tanaman dalam pemanfaatan unsur hara, air, dan ruang, ditaksir ada sekitar 120 jenis. Sebagian gulma juga menjadi tempat hidup dan tempat bernaung hama dan penyakit tanaman, serta menyumbat saluran air     (E.Sutisna Noor, 1997).  Sedangkan tumbuhan yang menguntungkan yaitu tumbuhan yang dibudidayakan oleh manusia atau sengaja untuk ditanam karena mempunyai nilai ekonomis yang menjanjikan.
Etnobotani merupakan bidang ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan sumberdaya alam tumbuhan dan lingkungannya. Tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik sebagai sumber pangan, pakan, papan, bahan industri, maupun sumber yang dapat memberikan rasa kesegaran dan kenyamanan (estetika). Tidak kurang dari 3000 jenis tumbuhan di Indonesia baik yang berupa pohon maupun yang bukan pohon dilaporkan bisa dimanfaatkan (Heyne, 1987). Termasuk didalamnya gulma yang merupakan tumbuhan yang hak, potensi serta manfaatnya belum diketahui tetapi dalam etnobotani tidak ada tumbuhan yang tidak memiliki manfaat terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya.
Data hasil penelitian etnobotani dapat memberikan informasi tentang hubungan antara manusia dengan tanaman dan lingkungan dari masa lalu dan masa sekarang (Purwanto, 1999).
Gulma dapat memiliki manfaat sebagai tanaman hias, dimana gulma memiliki morfologi yang mencirikan satu sama lain yang dapat dipadukan dan dirangkai sesuai ukurannya yang akhirnya menjadi tanaman hias yang dapat memberikan rasa kesegaran dan kenyaman bagi manusia.
Bunga pisang-pisangan (Heliconia), adalah jenis tanaman hias khas tropis, sering disebut sebagai pisang hias, termasuk golongan Musaceae yang mirip dengan keluarga Strelitzia berasal dari amerika latin, namun Heliconia memiliki tiga buah atau lebih seludang sedang Strelitza hanya dua buah. Sebagian orang menjadikannya sebagai penghias taman di rumah, perkantoran, hotel, sampai pelengkap rangkaian bunga. Bunga Heliconia dipotong pada saat bunga belum sepenuhnya mekar.  Bunga dan daun Heliconia mangandung sapofin dan flavonoida, selain itu daunnya juga mengandung tanin serta bunganya mengandung polifenol sehingga bunga pisang-pisangan ini termasuk gulma.
Biduri atau Widuri (Calotropis gigantea) menjadi salah satu tanaman yang terabaikan. Meskipun biduri cukup eksotis dan indah, namun tumbuhan biduri kerap dibiarkan tumbuh liar dan dianggap gulma. Pemanfaatan biduri yang umumnya diketahui di Indonesia adalah sebagai tanaman obat-obatan (herbal) terutama pada bagian kulit akar, daun, getah, dan bunga. Sedangkan getahnya mengandung racun. Daun tanaman biduri mengandung saponin, flavonoida, polifenol, tanin, dan kalsium oksalat. Bagian daun digunakan obat herbal untuk mengobati kudis, luka kulit, bisul (furunculus), sariawan, gatal pada cacar air (varicella), campak (measles), demam, dan batuk. Manfaat lain dari Biduri ini dapat sebagai tanaman hias, dimana Biduri memiliki bunga yang mahkota bunganya berbentuk bulat telur, berwarna putih atau putih keungu-unguan dengan diameter 4-4,5 cm.
Bunga sirih merupakan bunga yang memiliki warna bunga yang putih dan daun yang lebar. Bunga sirih ini merupakan jenis semak yang mana Bunga Sirih ini tumbuh seperti semak. Daun Sirih biasa digunakan sebagai tanaman obat (fitofarmaka) yang sangat berperan dalam kehidupan dan berbagai upacara adat rumpun Melayu tetapi Bunga Sirih ini dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias.
Kecombrang, kantan, atau honje (Etlingera elatior) adalah sejenis tumbuhan rempah dan merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna yang bunga, buah, serta bijinya dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Nama lainnya adalah kincung (Medan),kincuang dan sambuang (Minangkabau),serta siantan (Malaya).  Orang Thai menyebutnya kaalaa dan orang Aceh menyebutnya bunga kala. Kecombrang ini dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias, karena memiliki warna bunga yang cerah sehingga bagus digunakan untuk tanaman hias.

1.2         Tujuan
Membuat gulma menjadi tumbuhan yang memiliki manfaat oleh manusia.





BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Etnobotani : Tanaman Hias  dilaksanakan pada hari Kamis  tanggal 22 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB sampai selesai, di Laboratorium Ilmu Gulma, Program studi Agroteknologi , Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
 3.2 Alat dan Bahan
·         Gulma- gulma yang akan dijadikan tanaman hias : teki, biduri, pisang hias, tanaman obor, bungong kala, dll.
·         Gunting
·         Vas bunga
·         Busa oasis
3.3 Cara Kerja
1.      Digunting gulma sesuai dengan tingkatan di petunjuk.
2.      Gulma yang sudah di gunting dimasukkan ke dalam vas yang telah diberikan busa oasis.



 BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN








DAFTAR PUSTAKA

Barus, Emanuel. 2003. Pengendalian Gulma Di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta.

Heyne, K., (1987), Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid 3, Departemen Kehutanan, Jakarta.

Noor, E. Sutisna. 1997. Pengendalian Gulma di LahanPasang Surut.  
[online]  http://pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek/isdp0102.pdf. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015.
Purwanto. 1999. Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini di Indonesia dalam Menunjang Upaya Konservasi dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati. Di dalam: Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Ilmu.Universitas Negeri Semarang.
Suryadarma. 2008. Diktat Kuliah Etnobotani. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.



0

Laporan Gulma Membuat Cairan Perasan

Posted by YULFA UPA (yulfa sari tarigan) on 14.07

Laporan Praktikum II

MEMBUAT CAIRAN PERASAN

Disusun oleh:  

Nama           : Yulfa Sari Tarigan
NIM             : 1305101050051
Kelas           : 01 Agt
Kelompok   :03
 




LABORATORIUM ILMU GULMA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH

2015




BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Alelopati berasal dari bahasa Yunani, allelon yang berarti “satu sama lain” dan pathos yang berarti “menderita”. Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati. Hal ini dilakukan untuk memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies. Oleh karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan. Contoh alelopati didalam ekosistem perairan adalah beberapa dinoflagelata dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merugikan fitoplankton, ikan, dan binatang laut lainnya.Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merupakan metabolit sekunder di bagian akar, rizoma, daun, serbuk sari, bunga, batang, dan biji.
Senyawa alelopati merupakan senyawa yang bersifat toksik yang dihasilkan oleh suatu tanaman. Senyawa alelopati yang pertama ditemukan pada tahun 1928 oleh Davis pada larutan hasil “leaching” serasah kering Black Walnut (Kenari hitam) mampu menekan perkecambahan dan pertumbuhan benih tanaman yang ada dibawah pohon kenari hitam tersebut. Sebelumnya Condolle pada tahun 1832 menyatakan bahwa eksudat tanaman bisa menyebabkan terjadinya tanah yang marginal akibat adanya ekskresi atau eksudasi akar tanaman sebelumnya (Wilis, 1985). Untuk mendapatkan senyawa alelopati dari suatu gulma, gulma tersebut diekstrak atau dibuat cairan perasan dari bagian metabolisme gulma.





Indikasi terjadinya fenomena alelopati dapat terlihat melalui beberapa bentuk, di antaranya adalah autotoksisitas, efek residu, dan penghambatan gulma. Autotoksisitas terjadi bila alelopati terjadi di antara individu dalam satu spesies yang sama, contohnya spesies Medicago sativa (alfalfa), Trifolium spp. (semanggi), dan Asparagus officinalis (asparagus).
Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab pertumbuhan tanaman yang tidak sama pada tahun-tahun berikutnya dalam pertanian. Salah satu bentuk alelopati tanaman lainnya adalah residu dari beberapa tanaman diketahui dapat mengurangi perkecambahan gulma. Beberapa tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan gulma melalui proses alelopati yang akan kami gunakan pada praktikum ini adalah Akasia (Acacia mangium Wild), Kirinyuh (Chromolaena odorata), Alang-alang (Imperata cylindrica) dan Pinus (Pinus merkusii).

1.2         Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh alelopati dari beberapa ekstrak gulma dan ekstrak tanaman tahunan terhadap gulma teki.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenisjenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan (Odum ,1971 dalam Rohman,2001).
Sebagai alelopati, substansi kimiawi itu terkandung dalam tubuh tumbuhan, baik tanaman maupun gulma. Bertindaknya alelopati tersebut setelah tumbuhan atau bagian tumbuhan mengalami pelapukan, pembusuk, pencucian ataupun setelah dikeluarkan berupa eksudat maupun penguapan. Tumbuhan yang suseptibel bila terkena substansi semacam itu akan mengalami gangguan yang berupa penghambatan pertumbuhan atau penurunan hasil (Soerjani, 1978).
Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig, 1995 ).
Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya (Rice, 1984).

BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

3.1         Bahan dan Alat
·       Bagian gulma yang akan dijadikan ekstrak
·       Tempat perendaman (tidak boleh berbahan plastik)
·       Saringan
·       Kapas
·       Beker glass
·       Corong
·       Jirigen ukuran 5 L
·       Methanol tekhnis
·       Timbangan
·       Kertas label

3.2         Cara membuat cairan perasan
1.             Dibersihkan bagian gulma yang akan dijadikan ekstrak.
2.             Dikering anginkan sampai benar-benar kering.
3.             Gulma ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam wadah perendaman.
4.             Dimasukkan methanol tekhnis secukupnya, lalu ditutup wadah dan di diamkan selama 2x24 jam.
5.             Disaring gulma dengan menggunakan saringan yang telah diletakkan kapas.
6.             Lalu dimasukkan kedalam jirigen dan dibuat tabel.








BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

          Pada praktikum kali ini yaitu tentang membuat cairan perasan dengan tujuan mempelajari pengaruh alelopati dari beberapa ekstrak gulma dan tanaman tahunan. Pada percobaan allelopati ini melibatkan metanol tekhnis, serta ekstrak daun akasia. Hasil dari praktikum yang dilakukan adalah dari 100 gram daun akasia menghasilkan 500 ml ciran perasan akasia. Pada bagian tanaman Akasia (Acacia mangium) seperti akar, daun, dan buahnya mengandung saponin, di samping itu daun dan  buahnya mengandung flavonoida dan buahnya juga mengandung polifenol.
            Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik.
             Hambatan pertumbuhan akibat adanya allelopat dalam peristiwa allelopati, misalnya hambatan pada pembelahan sel, pengambilan moneral, respirasi, penutupan stomata, sintesis protein, dll. Peristiwa allelopati ialah peristiwa adanya pengaruh jelek dari zat kimia ( allelopat ) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman lain jenis yang tumbuh di sekitarny. ( Moenandir, 1993 ).







Hambatan alelopati dapat pula berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman. Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopati mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun.
Daun merupakan tempat terbesar bagi substansi beracun yang dapat mengganggu tumbuhan tetangganya. Jenis substansi beracun ini meliputi gugusan asam organik, gula, asam amino, pekat, asam gibberelat, terpenoid, alkaloid, dan fenolat (George, 1985).
                                                                          

















BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum membuat cairan perasan dari berbagai ekstrak gulma dan tanaman tahunan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Alelopati adalah suatu kemampuan dari tanaman tertentu untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain, karena merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada jenis tumbuhan ini, yang disebut dengan senyawa alelokimia.
2.      Alelokimia pada tumbuhan dibentuk pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji).
3.       Hambatan alelopati dapat pula berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman.
4.       Bagian tanaman Akasia (Acacia mangium) seperti akar, daun, dan buahnya mengandung saponin, di samping itu daun dan  buahnya mengandung flavonoida dan buahnya juga mengandung polifenol.











DAFTAR PUSTAKA

Einhellig, 1995 .Ulasan perkembangan terkini kajian alelopati. Jurnal Hayati. 13(2):79--84.

George, R. A. T. 1985. Vegetable Growing Handbook. Van Northrand Reinhold Company. New York
Moenandir, J.H. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. PT RajaGrafindo Persada.Jakarta
Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di perkebunana Karet Sumatera Utara dan aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Tanjung Morawa.
Rice, 1984;. Pengaruh senyawa allelopathy akasia (Acacia auricuriformis) yang
menghambat perkecambahan biji jagung dan kacang tanah. J. Indon. Trop. Anim.Agric. 31(3) : 1--6.

Rohman, R.H.2001. Budidaya Baby Corn. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Willis, R.J. 1985. The historical bases of the concept of allelopathy. Journal of the History of Biology 18:71-102.








1

Tanaman Bercahaya

Posted by YULFA UPA (yulfa sari tarigan) on 08.25

 September 29 2015,,
Sesuatu yang memunculkan berwarna identik dengan keindahan, apalagi jika warna tersebut bisa memancarkan cahaya. Peran warna telah dimanfaatkan secara luas dalam mengekspresikan sesuatu dan bahkan tanpa kita duga dapat mengatasi kelangkaan sumber energi listrik yang sedang di alami di negeri ini.
          Alam dan isinya termasuk binatang dan mikroba dengan kelengkapannya menyediakan kemudahan dalam analisa bioteknologi. Dimana kemudahan ini dapat kita manfaatkan melalui beberapa binatang dan mikroba yang memiliki kemampuan menghasilkan warna atau bisa memancarkan cahaya (berpendar) dengan warna tertentu.
          Bioluminescence adalah istilah yang sering digunakan untuk mendefinisikan kemampuan memancarkan cahaya ini. Dimana Binatang yang memiliki bioluminescence diantaranya firefly (kunang-kunang), jellyfish (ubur-ubur) dan ikan laut-dalam seperti anglerfish. Plankton, gurita dan cumi-cumi tertentu juga memiliki kemampuan berpendar. Sedangkan dari jenis mikroba, bioluminescence dimiliki oleh kebanyakan anggota dari famili Vibrionaceae.
Keberhasilan isolasi gen (kloning) luciferase dari kunang-kunang Photinus pyralis pada awal 1980-an oleh Helinski dan Marlene merupakan salah satu babak baru dalam perkembangan. Maka jelas bahwa kemungkinan untuk menciptakan tanaman bercahaya bukan hanya impian semata, terlebih lagi menciptakan tanaman bercahaya untuk mengatasi krisis energi listrik di daerah kita dan bahkan dapat meluas hingga negara kita. Dimana kebutuhan energi listrik di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun ini sekitar 6,4% sedangkan untuk Aceh sendiri membutuhkan listrik mencapai 376 MW. Oleh sebab itu dengan adanya tanaman bercahaya ini dapat mengurangi kebutuhan listrik di negara kita terutaman untuk daerah kita terlebih dahulu yaitu Nanggroe Aceh Darusslam ( NAD ).

          Kemampuan menghasilkan warna atau pun sifat bioluminescence tersebut tidak digunakan secara langsung, tetapi melalui teknik isolasi gen yang mengkodenya.
            Telah ditemukan bahwa gen yang mengkode kemampuan berpendar pada kunang-kunang dikode oleh LUC (luciferase), dan pada ubur-ubur dikode oleh GFP (green fluorescent protein).
Luciferase adalah nama sebuah enzim yang bisa memendarkan cahaya. Produksi cahaya pada kunang-kunang merupakan reaksi kimia yang terjadi pada organ pemancar cahaya, seperti bagian bawah abdomen (perut). Pada bagian ini, enzim luciferase menggunakan luciferin sebagai substrat untuk merangsang pemancaran cahaya. Cahaya yang dihasilkan memiliki panjang gelombang antara 510 sampai 670 nanometer dengan warna pucat kekuningan sampai hijau kemerahan.

Metode Klon luciferase dari kunang-kunang ke tanaman
Luciferase menghasilkan cahaya dengan cara mengoksidasi luciferin dan pada umumnya bersifat ATP-dependent .Penggunaan luciferase sebagai reporter gen memiliki keunggulan di antaranya luciferin (substrat) yang dipakai bersifat water soluble (larut dalam air) sehingga dapat dengan mudah masuk ke dalam sel. Selain itu, luciferase bisa melangsungkan reaksinya di dalam sel hidup karena produk reaksinya tidak bersifat toxic (beracun) bagi makhluk hidup.



Luciferin yang digunakan sebagai substrat memiliki konsentrasi 1 mM dan dimasukkan pada botol sprayer yang terlindung dari cahaya (lindungi dengan aluminium foil). Sedangkan perangkat sistem pengambilan gambar terdiri dari detektor (kamera CCD), pengontrol detektor dan komputer.
Kamera diletakkan di ruang atau kotak gelap (dark chamber) dengan ukuran 40 x 40 x 55 cm (panjang x lebar x tinggi). Kotak gelap diletakkan terpisah dengan pengontrol detektor. Sampel terlebih dahulu harus disemprot dengan luciferin (substrat) secara merata, kira-kira 4-5 kali semprotan. Dengan cepat sampel diletakkan pada tempat sampel (sample stage) yang berjarak 30 cm dari lensa kamera. Biarkan selama 5 menit sebelum pengambilan gambar ekspresi luciferase. Setelah mengatur fokus pada sampel, maka pengambilan gambar bisa segera dilakukan dan langsung bisa diproses di komputer. Contoh hasil pemotretan seperti di bawah ini.
 
Gambar 4. Ekspresi luminescence RD29A-LUC pada seedling Arabidopsis.
Gambar diatas merupakan tanaman Arabidopsis dengan menggunakan promoter yang bertanggung jawab terhadap stress lingkungan. Ekspresi luciferase (gambar D, E dan F) menunjukkan bahwa beberapa seedling telah positif mengadung luciferase dan responsif terhadap perlakuan beberapa stress seperti cold (stress dingin), ABA/stress osmotic, dan NaCl (stress garam).
Tingkat ekspresi luciferase bisa dilihat dari warnanya. 
Warna putih-merah menunjukkan ekspresi tertinggi. Warna kuning-hijau menunjukkan ekspresi sedang, dan warna biru-hitam menunjukkan ekspresi terendah. Untuk itu jika terlalu banyak ekspresi yang positif, maka sebaiknya dipilih ekspresi tertinggi yaitu warna putih.
Setelah diketahui bahwa tanaman tersebut sudah terekspresi luciferase, maka tanaman tersebut dapat di kulturkan menjadi tanaman yang utuh, dan selanjutnya mengalami aclimatisasi dimana tanaman yang telah di kulturkan di pindahkan ke lingkungan atau tempat untuk penyesuaian sebelum ke lapangan. Tahap akhir yaitu, apabila tanaman telah berhasil pada masa aclimatisasi, maka tanaman siap di tanam di lapangan.
Dan dengan keberhasilan ini kita dapat mengatasi krisis energi listrik di negara kita ini yaitu dengan menanam tanaman yang  dapat bercahaya dan di tanam di setiap pinggir jalan raya untuk mengurangi pemakaian energi listrik di setiap daerah terutama di daerah kita ini Nanggroe Aceh Darussalam ( NAD )
:)










seperti ini ni gambarannya
 
 mencoba menulis
mohon komentarnya....

Copyright © 2009 BERBAGI ITU INDAH All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.