3

Pertumbuhan Trichoder sp. pada Berbagai Media Padat

Posted by YULFA UPA (yulfa sari tarigan) on 02.34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
          Dalam kegiatan pertanian, terdapat berbagai kendala yang membatasi produksi hasil pertanian. Salah satu masalah yaitu adanya organisme pengganggu tanaman. organisme pengganggu tanaman ini berupa hama, penyakit dan gulma. Sejak dahulu untuk mengatasi kendala tersebut selalu diusahakan dengan berbagai cara, antara lain dengan meracuni organisme pengganggu tersebut dengan racun-racun yang berasal dari tumbuhan. Saat ini telah diketahui beberapa taktik-taktik dalam pengendalian hama, yaitu mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat, pengendalian hayati, varietas tahan, mekanik, fisik, senyawa-senyawa kimia semio, pengendalian secara genetik dan penggunaan pestisida.
          Dalam PHT, pemberdayaan musuh alami dan potensi biologi lainnya merupakan komponen utama, karena musuh alami mempunyai peranan yang penting dalam penekanan populasi hama dan menjaga keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu musuh alami yang sudah ada perlu dijaga kelestariannya dan upaya untuk meningkatkan peranannya dalam pengendalian hama juga perlu dilakukan.
          Secara umum pengertian pengendalian hama secara biologi/hayati adalah penggunaan makhluk hidup untuk membatasi populasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Makhluk hidup dalam kelompok ini diistilahkan juga sebagai organisme yang berguna yang dikenal juga sebagai musuh alami, seperti predator, parasitoid, patogen. Dalam hal penggunaan dan pengendalian mikroorganisme (termasuk virus), pengertian organisme yang berguna diperluas yaitu meliputi makhluk hidup termasuk yang bersel tunggal, virion, dan bahan genetik.
          Pengendalian biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan sekitarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti virus, jamur atau cendawan, bakteri atau aktiomisetes. Beberapa jamur atau cendawan mempunyai potensi sebagai agens hayati dari dari jamur patogenik diantaranya adalah Trichoderma spp. (Baker dan Cook,1983 dalam Tindaon, 2008). Jamur Trichoderma spp. digunakan sebagai jamur atau cendawan antagonis yang mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (Mukerji dan Garg, 1988 dalam Rifai, et. al., 1996).
          Potensi jamur Trichoderma spp. sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderm spp. juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik. 
          Trichoderma sp. merupakan jamur asli tanah yang bersifat menguntungkan karena mempunyai sifat antagonis yang tinggi terhadap jamur-jamur patogen dan tanaman budidaya. Mekanisme pengendalian yang bersifat spesifik dan mampu meningkatkan hasil produksi  tanaman menjadi salah satu keunggulan dari Trichoderma sp. sebagai agen pengendali hayati jamur patogen. Jamur patogen adalah jamur yang menjadi parasit pada tumbuhan hidup dan mendorong penyebaran penyakit infeksi tetumbuhan yang menyebabkan tumbuhan kehilangan nilai ekonominya. Menurut uji antagonisme secara in vitro menunjukkan bahwa jamur antagonis spesifik lokasi Trichoderma sp berpotensi menghambat pertumbuhan jamur patogen Phytophthora infestans.
            Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan agens antagonis adalah menumbuhkannya/memperbanyak pada media yang tepat. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian adalah menguji keefektifan Trichoderma sp. pada berbagai media tumbuh dalam menekan patogen yang ada pada tanaman.
Karena banyaknya kegunaan yang dimiliki oleh jamur Trichoderma sp ini, maka kami akan membahas mengenai keefektifan beberapa media tumbuh untuk jamur Trichoderma sp.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Trichoderma sp.
Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Alexopoulus (1979) ;
Kingdom         : Fungi
Divisi              : Ascomycota
Kelas               : Deutromycetes
Ordo               : Moniliales
Famili              : Moniliaceae
Genus              : Trichoderma
Spesies            : Trichoderma sp.

Morfologi Trichoderma spp.

          Koloni Trichoderma spp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau. Koloni pada medium OA (20 oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang, dan berukuran (2,8-3,2) μm x (2,5-2,8) μm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar,dkk., 1999 dalam Tindaon, 2008).



http://www.drthrasher.org/wpimages/wp33dcf46a_0f.jpg
Gambar 1. Trichoderma spp. Pada Media PDA

Mekanisme Antagonis Trichoderma spp.

          Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya. Antagonis meliputi (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu yang lain dalam jumlah terbatas tetapi tidak diperlukan oleh OPT, (b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT, dan (c) predasi, hiperparasitisme, dan mikroparasitisme atau bentuk yang lain dari eksploitasi langsung terhadap OPT oleh mikroorganisme yang lain (Istikorini, 2002 dalam Gultom, 2008). Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak diuji coba untul mengendalikan penyakit tanaman (Lilik,dkk., 2010). Sifat antagonis Cendawan Trichoderma spp. telah diteliti sejak lama.
          Inokulasi Trichoderma spp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan cendawan ini (Khairul, 2000). Selain itu Trichoderma spp.. mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam mendapatkan Nitrogen dan Karbon (Cook dan Baker, 1983 dalam Djatmiko dan Rohadi, 1997). Menurut Harman (1998) dalam Gultom (2008), mekanisme utama pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan menggunakan cendawan Trichoderma spp.. dapat terjadi melalui :
a. Mikoparasit (memarasit miselium cendawan lain dengan menembus
dinding sel dan masuk kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel sehingga cendawan akan mati).
b. Menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat menghancurkan sel cendawan melalui pengrusakan terhadap permeabilitas membran sel, dan enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.
c. Mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.
d. Mempunyai kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichoderma spp.. Akan mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel.
          Trichoderma spp. adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah, dan mempunyai sifat mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi parasit cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap jenis-jenis cendawan fitopatogen. Beberapa cendawan fitopatogen penting yang dapat dikendalikan oleh Trichoderma spp. antara lain : Rhizoctonia solani, Fusarium spp, Lentinus lepidus, Phytium spp, Botrytis cinerea, Gloeosporium gloeosporoides, Rigidoporus lignosus dan Sclerotium roflsii yang menyerang tanaman jagung, kedelai, kentang, tomat, dan kacang buncis, kubis, cucumber, kapas, kacang tanah, pohon buah- buahan, semak dan tanaman hias (Wahyudi, 2002 dalam Tindaon, 2008).
          Potensi Trichoderma Spp.. Sebagai Agens Hayati
Pengertian agens hayati menurut FAO (1997) dalam Supriadi (2006) yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, arthropoda pemakan tumbuhan, dan patogen. Agens hayati yang digunakan untuk mengendalikan penyakit disebut agens antagonis, pemanfaatan agens hayati dalam menekan perkembangan penyakit terus dikembangkan dan dimasyaratkan ke petani (Lilik, dkk., 2010). Salah satu metode pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan mikroorganisme antagonis yang sekarang banyak dikembangkan yaitu dengan menggunakan cendawan atau bakteri nonparasitik (Djatmiko dan Rohadi, 1997).
          Terdapat beberapa spesies jamur Trichoderma sp seperti Trichoderma harzianum, T. konigii dan T. viride. Adapun karakteristik morfologi Trichoderma sp, yaitu:
a)             Koloni Trichoderma sp berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua,
b)             Susunan sel Trichoderma sp bersel banyak berderet membentuk benang halus yang disebut hifa,
c)             Hifa berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium,
d)            Memiliki daya kompetitif yang tinggi dikarenakan miselium dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora,
e)             Konidiofornya bercabang membentuk verticillate,
f)               Trichoderma sp berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora di ujung fialida (cabang dari hifa).

Jamur Trichoderma sp ini memiliki beberapa kegunaan, diantaranya:
a)             Sebagai pupuk biologis,
b)             Sebagai organisme pengurai,
c)             Sebagai agen hayati dan stimulat pertumbuhan tanaman,
d)            Dapat menghambat pertumbuhan serta penyebaran racun jamur penyebab penyakit pada tanaman,
e)             Mencegah penyakit busuk pangkal batang, busuk akar yang menyebabkan tanaman layu, dan penyakit jamur akar putih.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1     Cara Perbanyakan Tricoderma Sp. Menggunakan Media Beras
a.  Bahan:
-   Beras
-   Isolat Trichoderma
                  
b.  Alat:
-   Plastik tahan panas
-   Autoklaf

c.  Cara Kerja:
1.        Beras dicuci bersih ( pilih beras yang bertekstur pera, apabila menggunkan beras bertekstur pulen, media akan cepat basah), dan di rendam selama 24  jam.
2.        Tiriskan beras sampai air tidak menetes lagi
3.        Beras di kukus sampai setengah matang atau kurang dari ½ jam
4.        Masukkan nasi setengah matang ke dalam kantong plastik tahan panas sebanyak yang diperlukan, padatkan dan tutp dengan  rapat.
5.        Kukus (autoklaf) nasi selama ½  jam
6.        Didinginkan
7.        Bungkus nasi di pindahkan ke dalam Laminar Flow






Gambar 2. Proses Persiapan Media Beras

8.        Cara inokulasi Trichoderma ke media :
·           Lampu bunsen disiapkan, kawat yang ujungnya dilengkungkan dan  isolat Trichoderma
·           Plastik nasi dibuka, kawat diambil, lalu di lewatkan kawat di atas api dan dinginkan sebentar.
·           Isolat Trichoderma diambil menggunakn kawat kemudian dipindahkan ke bungkus nasi.
·           Bungkus nasi ditutup
·           Media diinkubasi selama 6-7 hari. Setelah 7 hari biakan siap diaplikasikan.
Kelebihan dan kekurangan Trichoderma sp. pada media beras
            Kelebihan dari media perbanyakan jamur Trichoderma sp. dengan menggunakan beras ini adalah sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem, memanfaatkan musuh alami dari penyakit pengganggu tanaman pertanian dan tidak menyebabkan terjadinya residu.
            Sedangkan kelemahannya yaitu kita harus menggunakan beras yang tidak sedikit untuk perbanyakan jamur.



3.2     Cara Perbanyakan Tricoderma Sp. Menggunakan Media Jagung
a.       Bahan
·         Jagung sebanyak 5 kg,
·         pembungkus plastik dan Trichoderma yang telah di kembangkan pada media agar.

b.       Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
·         pisau lab sebagai pemotong media dalam biakan,
·          autoklaf sebagai pensteril media,
·         pinset sebagai alat pengambil potongan PDA,
·         lampu Bunsen sebagai penstril alat,
·         kantong plastik sebagai tempat pembiakan,

c.       Langkah kerja
Adapun langkah kerja dalam isolasi Trichoderma pada media jagung adalah :
1.      Jagung di bersihkan hingga terlihat bersih selama 1 hari semalam, agar kotoran ampas jagung dapat terangkat.
2.      Jagung sebagai media di masukkan kedalam plastik kemudian di masukkan kedalam Autoklaf selam kurang lebih 30 menit.
3.      Kemudian jagung dalam plastik di keluarkan dan tunggu hingga keadaannya dingin dan memungkinkan kita untuk melakukan isolasi pada media.
4.       Kemudian baru dilakukan pada media yang telah disterilkan terlebih dahulu.
5.      Pada saat mengisolasi Trichoderma pada media, plastik jangan terlalu lebar dibuka sehingga tidak terjadi kontaminasi.
6.      Setelah itu plastik di tutup dan sebelumnya ujung plastik di panaskan dengan lampu bunsen agar steril.
7.      Selanjutnya dilakukan pengmatan 3 hari berturut-turut setelah 4 hari selah isolasi yaitu hari ke 4, 5, dan 6.
Media jagung giling merupakan suatu media perbayakan yang relatif memberi hasil yang lebih baik dalam kecepatan tumbuh, jumlah dan viabilitas spora jamur sehingga media jagung giling dapat digunakan  sebagai salah satu alternatif. Jagung merupakan media yang bagus untuk pertumbuhan jamur, hal ini disebabkan karena jagung mengandung berbagai unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur. Kandungan gizi dari jagung antara lain air, protein ( 10 %), minyak/lemak (4% ), karbohidrat (70,7 %),dan vitamin . Sedangkan komposisi kimia jagung : air (15,5% ) ,Nitrogen ( 0,75 % ) ,Abu (4,37 % ) ,K2 O (1,64 % ),Na2O (0,05 % ) dan CaO (0,49 %) sehingga dapat digunakan subagai sumber bahan makanan pertumbuhan mikroorganisme (Anonim ,2001 ).
Gambar 3. Perbanyakan Trichoderma sp. pada media Jagung

Kelebihan dan Kekurang media Jagung
Kelebihan : Jagung mudah ditumbuhi dengan jamur, hal ini dikarenakan isinya amilum dan kulitnya tipis, maka kelebihan media jagung adalah jamur mudah untuk melakukan penetrasi ke dalamnya.
Kekurangannya : adalah dalam keadaan basah, biji akan mudah melunak karena dari kulit jagung dapat mengeluarkan amilase yang digunakan untuk merombak amilum dalam jagung (Yudiarti, 2007).



3.3     Cara Perbanyakan Tricoderma Sp. Menggunakan Media Dedak
a. Alat:
1. Dandang sabluk
2. Spiritus / bunsen
3. Laminar Flow

b. Bahan:
1. Bekatul (dedak)
2. Air
3. Alkohol 96 %.
4. Isolat (bibit) jamur Trichoderma.

c.    Langkah Kerja
1.         Campurkan media (sekam dan bekatul) dengan perbandingan 1:3 dalam bak plastik.
2.         Berikan air kedalam media tersebut kemudian aduk sampai rata.
3.         Tambahkan air sampai kelembaban media mencapai 70 % (dapat di cek dengan meremas media tersebut, tidak ada air yang menetes namun media menggumpal)
4.         Masukkan media kedalam kantong plastik.
5.         Siapkan dandang sabluk untuk menyeteril media.
6.         Isi dandang sabluk dengan air sebanyak 1/3 volume dandang.
7.         Masukkan media kedalam dandang sabluk
8.         Sterilkan media dengan menggunakan Autoklaf dengan sushu 121 oC selama 30 menit.
9.         Tiriskan media di dalam ruangan yang lantainya telah beralas plastik.




10.     Cara inokulasi Trichoderma ke media :
·      Lampu bunsen disiapkan, kawat yang ujungnya dilengkungkan dan  isolat Trichoderma
·      Plastik nasi dibuka, kawat diambil, lalu di lewatkan kawat di atas api dan dinginkan sebentar.
·      Isolat Trichoderma diambil menggunakn kawat kemudian dipindahkan ke bungkus nasi.
·      Bungkus nasi ditutup
·      Media diinkubasi selama 6-7 hari. Setelah 7 hari biakan siap diaplikasikan.

Kelemahan dan kelebihan tricoderma Bekatul (dedak)
Bekatul adalah limbah hasil  dari proses penggilingan padi atau hasil sampingan dari pengolahan padi/gabah yang berasal dari lapisan luar beras.  Kelebihan dari media bekatul ini yakni merupakan sumber serat pangan yang juga mengandung protein, lemak, mineral dan vitamin. Menurut Hertanto ( 2005 ), berdasarkan analisan susunan kimia pada bekatul, ini dapat dijadikan salah satu media yang bagus untuk pertumbuhan jamur Trichoderma sp yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai media untuk perbanyakan. Susunan kimia yang terkandung ke dalam bekatul antara lain bahan organik (76,60 % ),Nitrogen (1,51 -3,6 % ),P2O3 (2,75 -4,87 % ).Disamping itu didalam bekatul juga mengandung vitamin V3,Vit 6, B 15,inositol , fitat ,asam ferulat, gama oryzanol, fitosterol,asam lemak jenuh dan serat; beberapa senyawa tersebut diperlukan dalam proses metilasi dalam pembentukan berbagai hormon antara lain hormon steroid dan adrenalin.
Kelemahannya adalah dalam pembuatan media perbanyakan ini tidak mudah seperti media PDA, jagung dan beras (Abadi, 2003).



3.4     Keefektifan Media Tumbuh untuk Perbanyakan Trichoderma sp.
          Berdasarkan hasil penelitian Asis (2013), bahwa perbanyakan Trichoderma sp. pada media dedak lebik baik dibandingkan pada media lainnya. hasil perbanyakan pada media dedak memiliki masa inkubasi yang lebih cepat yaitu 2 HSI, menghasilkan jumlah konidia yang lebih banyak yaitu 4,02/mL pelarut, kemampuan pertumbuhan Trichoderma sp. yaitu 10,02 % pada hari ke-4 HSI dan selisih berat media 2,04 g sebelum dan sesudah inokulasi Trichoderma sp.
          Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi pada media dedak lebih banyak tersedia dan media dedak lebih mudah untuk dirombak oleh cendawan Trichoderma sp. Sehingga jumlah konidia Trichoderma sp. pada media dedak menjadi lebih banyak dari media perbanyakan lainnya. Selanjutnya menurut Santiaji dan Gusnawaty HS (2007) bahwa kandungan nutrisi dedak sangat cocok untuk sporulasi cendawan Trichoderma sp. dan proses sporulasi yang tinggi akan menghasilkan jumlah konidia yang lebih banyak, sedangkan proses sporulasi Trichoderma sp. rendah akan menghasilkan jumlah konidia lebih sedikit.
          Demikian juga menurut Cook dan Baker (1983) melaporkan bahwa Trichoderma sp. dapat menguraikan bahan organik dalam tanah menjadi bahan makanan yang mudah diserap oleh tanaman, ditambahkan lagi bahwa bahan organik yang diaplikasikan ke dalam tanah dapat sebagai sumber nutrisi mikroorganisme antagonis sehingga mampu meningkatkan aktivitas agens antagonis, menstimulasi dormansi propagul patogen serta menghasilkan efek fungistasis bagi patogen tular tanah.
          Demikian pula menurut Houston  dan Kohler, (1982) dedak mengandung karbohidrat sebanyak 39%, karbon dan nitrogen yang berperan meningkatkan nutrisi dan meningkatkan kesuburan media tubuh. Hal ini menunjukan bahwa media dedak sangat potensial untuk dijadikan sebagai alternatif media perbanyakan Trichoderma sp. yang lebih efisien karena nilai ekonomi lebih murah dibanding menggunakan beras dan jagung.



            Pemanfaatan media dedak sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan cendawan menunjukkan terjadi perombakan yang lebih cepat pada media sehingga terjadi penurunan berat yang lebih tinggi. Telah dilaporkan bahwa kemampuan cendawan memanfaatkan bahan media biakan tidak dapat meningkatkan berat massa, tetapi dapat meningkatkan serat kasar yang dihasilkan dari miselium cendawan (Hilakore, 2008). Selain itu aktifitas cendawan juga menyebabkan berkurangnya kadar air akibat pemanfaatan dalam mendekomposer media perbanyakan sebagai sumber makanan (Syarir dan Abdeli, 2005).

3.5       Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Trichoderma sp.
          Menurut Kelley (1977), pertumbuhan Trichoderma sp. sangat bergantung pada ketersediaan karbohidrat karena digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Karbohidrat terutama gula kebanyakan digunakan oleh jamur secara besar-besaran untuk proses metabolismenya (Carlile dan Watkinson, (1995).
          Karbon selain berasal dari karbohidrat (gula) dimanfaatkan oleh jamur secara bersama-sama untuk tujuan biosintetik, menunjukkan terjadinya glukoneogenesis dalam efek pembalikan jalur glikolitik dalam jamur. Dalam proses tranportasi, gula ditransportasikan ke dalam sel jamur juga membawa protein, di mana transportasi ini menyediakan fasilitas untuk terjadinya difusi di dalam maupun di luar sel dengan menggunakan molekul pembawa.
          Kandungan N, P, K, C, Ca dan Mg, pada media menunjang pertumbuhan dan perkembangan Trichoderma. Suriawiria (2006) mengemukakan bahwa untuk
kehidupan dan perkembangan jamur memerlukan sumber nutrien atau makanan dalam bentuk unsur-unsur kimia, misalnya nitrogen, fosfor, belerang, kalium, karbon yang telah tersedia dalam media. Alexander (1994) menyatakan bahwa beberapa nutrisi penting yang dibutuhkan mikroorganisme adalah karbon, nitrogen, dan fosfor. Pada dasarnya semua mikrroganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya. Fosfor merupakan salah satu penyusun senyawa-senyawa penting dalam sel yang menentukan aktivitas pertumbuhan mikrooganisme. Selain itu unsur N diperlukan dalam jumlah besar untuk sintesis asam amoino dan protein, nukleotida purin dan pyrimidin dan vitamin-vitamin tertentu. Di alam, atom N berada dalam berbagai bentuk oksidasi yang peranannya dapat digunakan oleh mikroorganisme. Asam amino banyak tersedia untuk digunakan sebagai sumber karbon beberapa mikroorganisme pada saat siklus asam trikarboksilat (siklus TCA) terjadi (Handayanto dan Haisiah,2007).
          Kandungan air pada media juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan Trichoderma sp. Menurut Atlas dan Bartha (1993), bahwa kandungan air yang rendah dan terbatas berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Aktifitas mikroorganisme dalam bahan akan meningkat drastis seiring dengan peningkatan kandungan air. Selanjutnya pertumbuhan dan metabolisme mikroba memerlukan air dalam bentuk yang tersedia. Air yang dimaksudkan adalah air bebas atau air yang tidak terikat dalam bentuk ikatan dengan komponen-komponen penyusun bahan. Oleh karena itu, besarnya kadar air suatu bahan dapat menggambarkan aktivits mikroba pada bahan tersebut. Aktivitas kimia air sering diistilahkan dengan aktivitas air (water activity = aw) merupakan parameter untuk mengukur aktivitas mikroba pada bahan.
          Menurut Atlas dan Bartha (1993), pH berpengaruh langsung terhadap enzim yang dihasilkan mikroorganisme serta terhadap pemutusan dan kelarutan beberapa molekul sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme, seperti mempengaruhi sitoplasma serta dinding sel dan membran sel melakukan penyesuaian untuk menjaga integritasnya. Kredics at al. (2003) mengemukakan bahwa pH dapat memainkan peran dalam pengaturan produksi
enzim ekstraseluler, seperti -1,6- glukanase. Efek pH pada kegiatan enzim ekstraseluler secara in vitro terhadap Trichoderma sp. menunjukkan bahwa nilai pH optimal adalah pH = 5,0 untuk enzim glukosidase, cellobiohydrolase dan Nagase; pH = 3,0 untuk ensim xylosidase; pH = 6,0 untuk tripsin seperti protease; dan pH = 6,0 – 7,0 untuk chymotrypsin seperti kegiatan protease.


BAB IV
PENUTUP
4.1     Kesimpulan
          1. Perbanyakan Trichoderma sp. pada media dedak lebik baik dibandingkan pada media lainnya.
          2. Dedak mengandung karbohidrat sebanyak 39%, karbon dan nitrogen yang berperan meningkatkan nutrisi dan meningkatkan kesuburan media tubuh. Hal ini menunjukan bahwa media dedak sangat potensial untuk dijadikan sebagai alternatif media perbanyakan Trichoderma sp. yang lebih efisien karena nilai ekonomi lebih murah dibanding menggunakan beras dan jagung.
          3. Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan Trichoderma sp. berupa Ph, Kandungan N, P, K, C, Ca dan Mg, pada media, dan kandungan karbohidrat yang dimiliki oleh media.



DAFTAR PUSTAKA

Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan III. Bayumedia. Malang.
Alexopoulos, C.J. and C. W. Mims. 1979. Introductory Mycology.  Third edition John   Wileyand Sons. New York.
Asis, A., 2013. Uji efektifitas beberapa media untuk perbanyakan agens hayati       Trichoderma sp. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
Atlas, R.M., and R. Bartha. 1993. Microbial Ecology. Third Edition. Canada: The
              Benjamin/ Cummings Publishing Company, Inc.
Cook, R.J. dan Baker K.F., 1983. The nature and practice of biological control of plant pathogens. APS Press The American Phytopathological Society. St.       Paul, Minnesota.
Ganjar, I., Wellyzar, S., dan O. Ariyani. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Handayanto, E., dan K. Haisiah. 2007. Biologi Tanah. Pustaka Adipura. Jakarta.

Kelley, W.D. 1977. Interactions of Phytophthora cinnamomi and Trichoderma spp. in Relation to Propagule Production in Soil Cultures at 26 Degrees C1. Can J Microbiol 23: 288- 294.
Mukerji, K.G. and K.L. Grag. 1988.  Biocontrol of Plant diseases.  CRC Press, Inc.  Boca Roton.  Florida.
Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama terpadu. Gadjah Mada University   Press.
Purwantisari,S. Dan Hastuti R.B.2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen     Phytopthora infestans Penyebab Penyakit Busk Daun dan Umbi                         Tanaman Kentang dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal.               BIOMA, 11,(1): 24-32.
Supriadi. 2006. Analisis Risiko Agens Hayati Untuk Pengendalian Patogen Pada Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, Vol. 25, No. 3: 75-80.

Suriawiria, U. 2006. Budidaya Jamur Tiram. Kanisus, Yogyakarta.

3 Comments


Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.


Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Posting Komentar

Copyright © 2009 BERBAGI ITU INDAH All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.