BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam kegiatan pertanian, terdapat
berbagai kendala yang membatasi produksi hasil pertanian. Salah satu masalah
yaitu adanya organisme pengganggu tanaman. organisme pengganggu tanaman ini
berupa hama, penyakit dan gulma. Sejak dahulu untuk mengatasi kendala tersebut
selalu diusahakan dengan berbagai cara, antara lain dengan meracuni organisme
pengganggu tersebut dengan racun-racun yang berasal dari tumbuhan. Saat ini
telah diketahui beberapa taktik-taktik dalam pengendalian hama, yaitu
mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat, pengendalian hayati, varietas tahan,
mekanik, fisik, senyawa-senyawa kimia semio, pengendalian secara genetik dan
penggunaan pestisida.
Dalam
PHT, pemberdayaan musuh alami dan potensi biologi lainnya merupakan komponen
utama, karena musuh alami mempunyai peranan yang penting dalam penekanan
populasi hama dan menjaga keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu musuh alami
yang sudah ada perlu dijaga kelestariannya dan upaya untuk meningkatkan
peranannya dalam pengendalian hama juga perlu dilakukan.
Secara
umum pengertian pengendalian hama secara biologi/hayati adalah penggunaan
makhluk hidup untuk membatasi populasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
Makhluk hidup dalam kelompok ini diistilahkan juga sebagai organisme yang
berguna yang dikenal juga sebagai musuh alami, seperti predator, parasitoid,
patogen. Dalam hal penggunaan dan pengendalian mikroorganisme (termasuk virus),
pengertian organisme yang berguna diperluas yaitu meliputi makhluk hidup termasuk
yang bersel tunggal, virion, dan bahan genetik.
Pengendalian
biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat dilakukan tanpa
harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan sekitarnya, salah
satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti virus, jamur atau
cendawan, bakteri atau aktiomisetes. Beberapa jamur atau cendawan mempunyai
potensi sebagai agens hayati dari dari jamur patogenik diantaranya adalah
Trichoderma spp. (Baker dan Cook,1983 dalam Tindaon, 2008). Jamur Trichoderma
spp. digunakan sebagai jamur atau cendawan antagonis yang mampu menghambat
perkembangan patogen melalui proses mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi
(Mukerji dan Garg, 1988 dalam Rifai, et. al., 1996).
Potensi
jamur Trichoderma spp. sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap
serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas
digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan
(OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderm
spp. juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik.
Trichoderma sp.
merupakan jamur asli tanah yang bersifat menguntungkan karena mempunyai sifat
antagonis yang tinggi terhadap jamur-jamur patogen dan tanaman budidaya.
Mekanisme pengendalian yang bersifat spesifik dan mampu meningkatkan hasil produksi
tanaman
menjadi salah satu keunggulan dari Trichoderma
sp. sebagai agen pengendali hayati jamur patogen. Jamur patogen adalah
jamur yang menjadi parasit pada tumbuhan hidup dan mendorong penyebaran
penyakit infeksi tetumbuhan yang menyebabkan tumbuhan kehilangan nilai
ekonominya. Menurut uji antagonisme secara in vitro menunjukkan bahwa jamur
antagonis spesifik lokasi Trichoderma sp
berpotensi menghambat pertumbuhan jamur patogen Phytophthora infestans.
Salah
satu cara untuk meningkatkan kemampuan agens antagonis adalah
menumbuhkannya/memperbanyak pada media yang tepat. Berdasarkan hal tersebut
maka tujuan penelitian adalah menguji keefektifan Trichoderma sp. pada
berbagai media tumbuh dalam menekan patogen yang ada pada tanaman.
Karena banyaknya kegunaan yang dimiliki
oleh jamur Trichoderma sp ini, maka
kami akan membahas mengenai keefektifan beberapa media tumbuh untuk jamur Trichoderma sp.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Trichoderma sp.
Klasifikasi
Trichoderma sp. menurut Alexopoulus
(1979) ;
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Deutromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp.
Morfologi Trichoderma
spp.
Koloni Trichoderma spp. pada media agar pada awalnya
terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi
kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni
dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium
akan berwarna hijau. Koloni pada medium OA (20 oC) mencapai diameter
lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi
putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang
menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai
piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan
kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan
panjang terutama apeks dari cabang, dan berukuran (2,8-3,2) μm x (2,5-2,8) μm,
dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni
yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya bulat, berwarna
hialin, dan berdinding halus (Gandjar,dkk., 1999 dalam Tindaon, 2008).
Gambar 1. Trichoderma spp. Pada Media
PDA
Mekanisme Antagonis
Trichoderma spp.
Mikroorganisme antagonis adalah
mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme
lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya. Antagonis meliputi (a) kompetisi
nutrisi atau sesuatu yang lain dalam jumlah terbatas tetapi tidak diperlukan
oleh OPT, (b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa
kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT, dan (c) predasi,
hiperparasitisme, dan mikroparasitisme atau bentuk yang lain dari eksploitasi
langsung terhadap OPT oleh mikroorganisme yang lain (Istikorini, 2002 dalam
Gultom, 2008). Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah
banyak diuji coba untul mengendalikan penyakit tanaman (Lilik,dkk., 2010).
Sifat antagonis Cendawan Trichoderma spp. telah diteliti sejak lama.
Inokulasi
Trichoderma spp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang
menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang
dihasilkan cendawan ini (Khairul, 2000). Selain itu Trichoderma spp.. mempunyai
kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam mendapatkan Nitrogen
dan Karbon (Cook dan Baker, 1983 dalam Djatmiko dan Rohadi, 1997). Menurut
Harman (1998) dalam Gultom (2008), mekanisme utama pengendalian patogen tanaman
yang bersifat tular tanah dengan menggunakan cendawan Trichoderma spp.. dapat
terjadi melalui :
a. Mikoparasit (memarasit miselium
cendawan lain dengan menembus
dinding sel dan masuk kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel
sehingga cendawan akan mati).
b. Menghasilkan antibiotik seperti
alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat menghancurkan sel cendawan
melalui pengrusakan terhadap permeabilitas membran sel, dan enzim chitinase,
laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.
c. Mempunyai kemampuan berkompetisi
memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.
d. Mempunyai kemampuan melakukan
interfensi hifa. Hifa Trichoderma spp.. Akan mengakibatkan perubahan
permeabilitas dinding sel.
Trichoderma
spp. adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah, dan mempunyai sifat
mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi parasit cendawan
lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap jenis-jenis
cendawan fitopatogen. Beberapa cendawan fitopatogen penting yang dapat
dikendalikan oleh Trichoderma spp. antara lain : Rhizoctonia solani, Fusarium
spp, Lentinus lepidus, Phytium spp, Botrytis cinerea, Gloeosporium
gloeosporoides, Rigidoporus lignosus dan Sclerotium roflsii yang menyerang
tanaman jagung, kedelai, kentang, tomat, dan kacang buncis, kubis, cucumber,
kapas, kacang tanah, pohon buah- buahan, semak dan tanaman hias (Wahyudi, 2002
dalam Tindaon, 2008).
Potensi
Trichoderma Spp.. Sebagai Agens Hayati
Pengertian agens hayati menurut FAO (1997) dalam Supriadi (2006) yaitu
organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator,
parasit, arthropoda pemakan tumbuhan, dan patogen. Agens hayati yang digunakan
untuk mengendalikan penyakit disebut agens antagonis, pemanfaatan agens hayati
dalam menekan perkembangan penyakit terus dikembangkan dan dimasyaratkan ke
petani (Lilik, dkk., 2010). Salah satu metode pengendalian penyakit tanaman dengan
menggunakan mikroorganisme antagonis yang sekarang banyak dikembangkan yaitu
dengan menggunakan cendawan atau bakteri nonparasitik (Djatmiko dan Rohadi,
1997).
Terdapat beberapa spesies jamur Trichoderma sp seperti Trichoderma
harzianum, T. konigii dan T. viride.
Adapun karakteristik morfologi Trichoderma
sp, yaitu:
a)
Koloni Trichoderma sp berwarna putih, kuning,
hijau muda, dan hijau tua,
b)
Susunan sel Trichoderma sp bersel banyak berderet
membentuk benang halus yang disebut hifa,
c)
Hifa berbentuk pipih, bersekat,
dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium,
d)
Memiliki daya
kompetitif yang tinggi dikarenakan miselium dapat tumbuh dengan cepat dan dapat
memproduksi berjuta-juta spora,
e)
Konidiofornya bercabang
membentuk verticillate,
f)
Trichoderma
sp berkembangbiak secara aseksual dengan
membentuk spora di ujung fialida (cabang dari hifa).
Jamur Trichoderma sp ini memiliki beberapa
kegunaan, diantaranya:
a)
Sebagai pupuk biologis,
b)
Sebagai organisme
pengurai,
c)
Sebagai agen hayati dan
stimulat pertumbuhan tanaman,
d)
Dapat menghambat
pertumbuhan serta penyebaran racun jamur penyebab penyakit pada tanaman,
e)
Mencegah penyakit busuk
pangkal batang, busuk akar yang menyebabkan tanaman layu, dan penyakit jamur
akar putih.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Cara Perbanyakan Tricoderma Sp. Menggunakan Media Beras
a. Bahan:
- Beras
- Isolat Trichoderma
b. Alat:
- Plastik tahan panas
- Autoklaf
c. Cara Kerja:
1.
Beras dicuci bersih (
pilih beras yang bertekstur pera, apabila menggunkan beras bertekstur pulen,
media akan cepat basah), dan di rendam selama 24 jam.
2.
Tiriskan beras sampai
air tidak menetes lagi
3.
Beras di kukus sampai
setengah matang atau kurang dari ½ jam
4.
Masukkan nasi setengah
matang ke dalam kantong plastik tahan panas sebanyak yang diperlukan, padatkan
dan tutp dengan rapat.
5.
Kukus (autoklaf) nasi
selama ½ jam
6.
Didinginkan
7.
Bungkus nasi di
pindahkan ke dalam Laminar Flow
Gambar 2. Proses Persiapan Media
Beras
8.
Cara inokulasi Trichoderma ke media :
·
Lampu bunsen disiapkan,
kawat yang ujungnya dilengkungkan dan
isolat Trichoderma
·
Plastik nasi dibuka,
kawat diambil, lalu di lewatkan kawat di atas api dan dinginkan sebentar.
·
Isolat Trichoderma diambil menggunakn kawat
kemudian dipindahkan ke bungkus nasi.
·
Bungkus nasi ditutup
·
Media diinkubasi selama
6-7 hari. Setelah 7 hari biakan siap diaplikasikan.
Kelebihan
dan kekurangan Trichoderma sp. pada media beras
Kelebihan
dari media perbanyakan jamur Trichoderma sp. dengan menggunakan beras ini
adalah sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem, memanfaatkan musuh alami
dari penyakit pengganggu tanaman pertanian dan tidak menyebabkan terjadinya
residu.
Sedangkan
kelemahannya yaitu kita harus menggunakan beras yang tidak sedikit untuk
perbanyakan jamur.
3.2 Cara Perbanyakan Tricoderma Sp. Menggunakan Media Jagung
a. Bahan
·
Jagung sebanyak 5 kg,
·
pembungkus plastik dan
Trichoderma yang telah di kembangkan pada media agar.
b. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
·
pisau lab sebagai pemotong
media dalam biakan,
·
autoklaf sebagai pensteril media,
·
pinset sebagai alat pengambil
potongan PDA,
·
lampu Bunsen sebagai penstril
alat,
·
kantong plastik sebagai
tempat pembiakan,
c. Langkah
kerja
Adapun langkah kerja dalam
isolasi Trichoderma pada media jagung adalah :
1. Jagung
di bersihkan hingga terlihat bersih selama 1 hari semalam, agar kotoran ampas
jagung dapat terangkat.
2. Jagung
sebagai media di masukkan kedalam plastik kemudian di masukkan kedalam Autoklaf
selam kurang lebih 30 menit.
3. Kemudian
jagung dalam plastik di keluarkan dan tunggu hingga keadaannya dingin dan
memungkinkan kita untuk melakukan isolasi pada media.
4. Kemudian baru dilakukan pada media yang telah
disterilkan terlebih dahulu.
5. Pada
saat mengisolasi Trichoderma pada media, plastik jangan terlalu lebar dibuka
sehingga tidak terjadi kontaminasi.
6. Setelah
itu plastik di tutup dan sebelumnya ujung plastik di panaskan dengan lampu
bunsen agar steril.
7. Selanjutnya
dilakukan pengmatan 3 hari berturut-turut setelah 4 hari selah isolasi yaitu
hari ke 4, 5, dan 6.
Media jagung giling merupakan suatu media perbayakan yang relatif
memberi hasil yang lebih baik dalam kecepatan tumbuh, jumlah dan viabilitas
spora jamur sehingga media jagung giling dapat digunakan sebagai salah satu alternatif. Jagung
merupakan media yang bagus untuk pertumbuhan jamur, hal ini disebabkan karena
jagung mengandung berbagai unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur.
Kandungan gizi dari jagung antara lain air, protein ( 10 %), minyak/lemak (4%
), karbohidrat (70,7 %),dan vitamin . Sedangkan komposisi kimia jagung : air (15,5% ) ,Nitrogen ( 0,75 %
) ,Abu (4,37 % ) ,K2 O (1,64 % ),Na2O (0,05 % ) dan CaO (0,49 %) sehingga dapat
digunakan subagai sumber bahan makanan pertumbuhan mikroorganisme (Anonim ,2001
).
Gambar 3.
Perbanyakan Trichoderma sp. pada
media Jagung
Kelebihan dan Kekurang media Jagung
Kelebihan : Jagung mudah ditumbuhi dengan
jamur, hal ini dikarenakan isinya amilum dan kulitnya tipis, maka kelebihan
media jagung adalah jamur mudah untuk melakukan penetrasi ke dalamnya.
Kekurangannya : adalah dalam keadaan basah,
biji akan mudah melunak karena dari kulit jagung dapat mengeluarkan amilase
yang digunakan untuk merombak amilum dalam jagung (Yudiarti, 2007).
3.3 Cara Perbanyakan Tricoderma Sp. Menggunakan Media Dedak
a. Alat:
1. Dandang sabluk
2. Spiritus / bunsen
3. Laminar Flow
b. Bahan:
1. Bekatul (dedak)
2. Air
3. Alkohol 96 %.
4. Isolat (bibit) jamur Trichoderma.
c.
Langkah Kerja
1.
Campurkan
media (sekam dan bekatul) dengan perbandingan 1:3 dalam bak plastik.
2.
Berikan
air kedalam media tersebut kemudian aduk sampai rata.
3.
Tambahkan
air sampai kelembaban media mencapai 70 % (dapat di cek dengan meremas media
tersebut, tidak ada air yang menetes namun media menggumpal)
4.
Masukkan
media kedalam kantong plastik.
5.
Siapkan
dandang sabluk untuk menyeteril media.
6.
Isi
dandang sabluk dengan air sebanyak 1/3 volume dandang.
7.
Masukkan
media kedalam dandang sabluk
8.
Sterilkan
media dengan menggunakan Autoklaf dengan sushu 121 oC
selama 30 menit.
9.
Tiriskan
media di dalam ruangan yang lantainya telah beralas plastik.
10.
Cara inokulasi Trichoderma ke media :
· Lampu bunsen disiapkan, kawat yang ujungnya dilengkungkan dan isolat Trichoderma
· Plastik nasi dibuka, kawat diambil, lalu di lewatkan kawat di atas api dan
dinginkan sebentar.
· Isolat Trichoderma diambil
menggunakn kawat kemudian dipindahkan ke bungkus nasi.
· Bungkus nasi ditutup
· Media diinkubasi selama 6-7 hari. Setelah 7 hari biakan siap diaplikasikan.
Kelemahan
dan kelebihan tricoderma Bekatul (dedak)
Bekatul adalah limbah hasil dari proses penggilingan padi atau hasil sampingan
dari pengolahan padi/gabah yang berasal dari lapisan luar beras. Kelebihan dari media bekatul ini yakni
merupakan sumber serat pangan yang juga mengandung protein, lemak, mineral dan
vitamin. Menurut Hertanto ( 2005 ), berdasarkan analisan susunan kimia pada
bekatul, ini dapat dijadikan salah satu media yang bagus untuk pertumbuhan
jamur Trichoderma sp yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai media
untuk perbanyakan. Susunan kimia yang terkandung ke dalam bekatul antara lain
bahan organik (76,60 % ),Nitrogen (1,51 -3,6 % ),P2O3 (2,75 -4,87 % ).Disamping
itu didalam bekatul juga mengandung vitamin V3,Vit 6, B 15,inositol , fitat
,asam ferulat, gama oryzanol, fitosterol,asam lemak jenuh dan serat; beberapa
senyawa tersebut diperlukan dalam proses metilasi dalam pembentukan berbagai
hormon antara lain hormon steroid dan adrenalin.
Kelemahannya adalah dalam pembuatan
media perbanyakan ini tidak mudah seperti media PDA, jagung dan beras (Abadi,
2003).
3.4 Keefektifan
Media Tumbuh untuk Perbanyakan Trichoderma
sp.
Berdasarkan hasil penelitian Asis (2013), bahwa
perbanyakan Trichoderma sp. pada media dedak lebik baik dibandingkan pada media
lainnya. hasil
perbanyakan pada media dedak memiliki masa inkubasi yang lebih cepat yaitu 2
HSI, menghasilkan jumlah konidia yang lebih banyak yaitu 4,02/mL pelarut,
kemampuan pertumbuhan Trichoderma sp. yaitu 10,02 % pada hari ke-4 HSI
dan selisih berat media 2,04 g sebelum dan sesudah inokulasi Trichoderma
sp.
Hal ini
dikarenakan kandungan nutrisi pada media dedak lebih banyak tersedia dan media
dedak lebih mudah untuk dirombak oleh cendawan Trichoderma sp. Sehingga jumlah
konidia Trichoderma sp. pada media dedak menjadi lebih banyak dari media
perbanyakan lainnya. Selanjutnya menurut Santiaji dan Gusnawaty HS (2007) bahwa
kandungan nutrisi dedak sangat cocok untuk sporulasi cendawan Trichoderma sp.
dan proses sporulasi yang tinggi akan menghasilkan jumlah konidia yang lebih
banyak, sedangkan proses sporulasi Trichoderma sp. rendah akan menghasilkan
jumlah konidia lebih sedikit.
Demikian juga menurut Cook dan Baker
(1983) melaporkan bahwa Trichoderma sp. dapat menguraikan bahan organik
dalam tanah menjadi bahan makanan yang mudah diserap oleh tanaman, ditambahkan lagi
bahwa bahan organik yang diaplikasikan ke dalam tanah dapat sebagai sumber
nutrisi mikroorganisme antagonis sehingga mampu meningkatkan aktivitas agens
antagonis, menstimulasi dormansi propagul patogen serta menghasilkan efek
fungistasis bagi patogen tular tanah.
Demikian
pula menurut Houston dan Kohler, (1982) dedak mengandung
karbohidrat sebanyak 39%, karbon dan nitrogen yang berperan meningkatkan
nutrisi dan meningkatkan kesuburan media tubuh. Hal ini menunjukan bahwa media
dedak sangat potensial untuk dijadikan sebagai alternatif media perbanyakan
Trichoderma sp. yang lebih efisien karena nilai ekonomi lebih murah dibanding
menggunakan beras dan jagung.
Pemanfaatan
media dedak sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan cendawan menunjukkan terjadi
perombakan yang lebih cepat pada media sehingga terjadi penurunan berat yang
lebih tinggi. Telah dilaporkan bahwa kemampuan cendawan memanfaatkan bahan
media biakan tidak dapat meningkatkan berat massa, tetapi dapat meningkatkan
serat kasar yang dihasilkan dari miselium cendawan (Hilakore, 2008). Selain itu
aktifitas cendawan juga menyebabkan berkurangnya kadar air akibat pemanfaatan
dalam mendekomposer media perbanyakan sebagai sumber makanan (Syarir dan
Abdeli, 2005).
3.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Trichoderma
sp.
Menurut Kelley (1977), pertumbuhan Trichoderma
sp. sangat bergantung pada ketersediaan karbohidrat karena digunakan
sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Karbohidrat terutama gula
kebanyakan digunakan oleh jamur secara besar-besaran untuk proses
metabolismenya (Carlile dan Watkinson, (1995).
Karbon selain berasal dari karbohidrat
(gula) dimanfaatkan oleh jamur secara bersama-sama untuk tujuan biosintetik,
menunjukkan terjadinya glukoneogenesis dalam efek pembalikan jalur glikolitik
dalam jamur. Dalam proses tranportasi, gula ditransportasikan ke dalam sel
jamur juga membawa protein, di mana transportasi ini menyediakan fasilitas
untuk terjadinya difusi di dalam maupun di luar sel dengan menggunakan molekul
pembawa.
Kandungan N, P, K, C, Ca dan Mg, pada
media menunjang pertumbuhan dan perkembangan Trichoderma. Suriawiria
(2006) mengemukakan bahwa untuk
kehidupan
dan perkembangan jamur memerlukan sumber nutrien atau makanan dalam bentuk
unsur-unsur kimia, misalnya nitrogen, fosfor, belerang, kalium, karbon yang
telah tersedia dalam media. Alexander (1994) menyatakan bahwa beberapa nutrisi
penting yang dibutuhkan mikroorganisme adalah karbon, nitrogen, dan fosfor.
Pada dasarnya semua mikrroganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk
aktivitasnya. Fosfor merupakan salah satu penyusun senyawa-senyawa penting
dalam sel yang menentukan aktivitas pertumbuhan mikrooganisme. Selain itu unsur
N diperlukan dalam jumlah besar untuk sintesis asam amoino dan protein,
nukleotida purin dan pyrimidin dan vitamin-vitamin tertentu. Di alam, atom N
berada dalam berbagai bentuk oksidasi yang peranannya dapat digunakan oleh
mikroorganisme. Asam amino banyak tersedia untuk digunakan sebagai sumber
karbon beberapa mikroorganisme pada saat siklus asam trikarboksilat (siklus
TCA) terjadi (Handayanto dan Haisiah,2007).
Kandungan air pada media juga
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan Trichoderma sp. Menurut Atlas dan Bartha (1993), bahwa
kandungan air yang rendah dan terbatas berpengaruh terhadap
pertumbuhan jamur. Aktifitas mikroorganisme dalam bahan akan
meningkat drastis seiring dengan peningkatan kandungan air.
Selanjutnya pertumbuhan dan metabolisme mikroba memerlukan air
dalam bentuk yang tersedia. Air yang dimaksudkan adalah air bebas
atau air yang tidak terikat dalam bentuk ikatan dengan
komponen-komponen penyusun bahan. Oleh karena itu, besarnya kadar air suatu
bahan dapat menggambarkan aktivits mikroba pada bahan tersebut. Aktivitas kimia
air sering diistilahkan dengan aktivitas air (water activity = aw)
merupakan parameter untuk mengukur aktivitas mikroba pada bahan.
Menurut Atlas dan Bartha (1993), pH
berpengaruh langsung terhadap enzim yang dihasilkan mikroorganisme serta
terhadap pemutusan dan kelarutan beberapa molekul sehingga dapat memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan mikroorganisme, seperti mempengaruhi sitoplasma serta dinding
sel dan membran sel melakukan penyesuaian untuk menjaga integritasnya. Kredics at
al. (2003) mengemukakan bahwa pH dapat memainkan peran dalam pengaturan
produksi
enzim
ekstraseluler, seperti -1,6- glukanase. Efek pH pada kegiatan enzim ekstraseluler
secara in vitro terhadap Trichoderma sp. menunjukkan bahwa nilai
pH optimal adalah pH = 5,0 untuk enzim glukosidase, cellobiohydrolase dan
Nagase; pH = 3,0 untuk ensim xylosidase; pH = 6,0 untuk tripsin seperti
protease; dan pH = 6,0 – 7,0 untuk chymotrypsin seperti kegiatan protease.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Perbanyakan
Trichoderma sp. pada media dedak lebik baik dibandingkan pada media lainnya.
2. Dedak mengandung karbohidrat
sebanyak 39%, karbon dan nitrogen yang berperan meningkatkan nutrisi dan
meningkatkan kesuburan media tubuh. Hal ini menunjukan bahwa media dedak sangat
potensial untuk dijadikan sebagai alternatif media perbanyakan Trichoderma sp.
yang lebih efisien karena nilai ekonomi lebih murah dibanding menggunakan beras
dan jagung.
3. Faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan Trichoderma sp. berupa
Ph, Kandungan
N, P, K, C, Ca dan Mg, pada media, dan kandungan karbohidrat yang dimiliki oleh
media.
DAFTAR
PUSTAKA
Abadi, A. L.
2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan III.
Bayumedia. Malang.
Alexopoulos, C.J. and
C. W. Mims. 1979. Introductory
Mycology. Third
edition John Wileyand Sons. New York.
Asis, A.,
2013. Uji efektifitas beberapa media
untuk perbanyakan agens hayati Trichoderma
sp. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Halu Oleo.
Atlas, R.M., and
R. Bartha. 1993. Microbial Ecology.
Third Edition. Canada: The
Benjamin/ Cummings Publishing
Company, Inc.
Cook,
R.J. dan Baker K.F., 1983. The nature and
practice of biological control of plant
pathogens. APS Press The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota.
Ganjar,
I., Wellyzar, S., dan O. Ariyani. 2006. Mikologi
Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Handayanto, E., dan K. Haisiah.
2007. Biologi Tanah. Pustaka Adipura.
Jakarta.
Kelley,
W.D. 1977. Interactions of Phytophthora cinnamomi and Trichoderma spp.
in Relation to Propagule Production in Soil Cultures at 26 Degrees C1. Can J
Microbiol 23: 288- 294.
Mukerji,
K.G. and K.L. Grag. 1988. Biocontrol
of Plant diseases. CRC Press, Inc. Boca Roton. Florida.
Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama terpadu. Gadjah Mada
University Press.
Purwantisari,S. Dan Hastuti R.B.2009. Uji
Antagonisme Jamur Patogen Phytopthora
infestans Penyebab Penyakit Busk Daun dan Umbi Tanaman
Kentang dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. BIOMA, 11,(1): 24-32.
Supriadi.
2006. Analisis Risiko Agens Hayati Untuk
Pengendalian Patogen Pada Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, Vol. 25, No.
3: 75-80.
Suriawiria, U. 2006. Budidaya Jamur Tiram. Kanisus,
Yogyakarta.