0

Pengolahan tanah

Posted by YULFA UPA (yulfa sari tarigan) on 18.04


Makalah Dasar-Dasar Ilmu Tanah

PENGELOLAAN TANAH SAWAH
TADAH HUJAN

        Disusun oleh:

Yulfa Sari Tarigan
( 1305101050051 )
Description: F:\Document\Data Kuliah\Logo\Unsyiah-logo.jpg





















 

FAKULTAS PERTANIAN PRODI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Lahan sawah tadah hujan pada umumnya hanya ditanami padi sekali dalam setahun,ketika musim hujan. Sedangkan pada musim kemarau sebagian diantaranya mengalami bera.Dibeberapa daerah, lahan tidur akibat keterbatasan air dan pengelolaan yang tidak benar sehingga banyak dimanfaatkan sebagai area pengembalaan ternak.Sumatera Barat adalah salah satu propinsi yang secara umum terdapat perbedaan musimhujan dan kemarau yang tidak seimbang. Pada musim kemarau curah hujan masihmendukung pertumbuhan tanaman untuk bereproduksi karena periode bulan kering relative pendek berkisar 2 – 4 bulan, tipe iklim B2 dan C2. Kondisi ini memungkinkan untuk  bertanam palawija sesudah padi seperti jagung. Sedangkan daerah yang beresiko tinggi untuk  bertanam > dari satu kali dalam setahun adalah daerah yang beriklim tipe D dan E, karena memiliki periode bulan basah yang panjang.
Lahan sawah tadah hujan (STH) negeri ini dengan luasan 2,1 juta ha dapat menjadi lumbung padi kedua nasional setelah lahan sawah irigasi. Namun, produktivitas lahan tersebut masih rendah, yaitu, sekitar 3-3,5 ton/ha. Alternatif strategi untuk memperbaiki produktivitas di lahan STH adalah melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Tadah Hujan. Potensi STH di Indonesia cukup luas tersebar di propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan NTB. Lahan sawah tadah hujan, pasokan airnya hanya tergantung dari curah hujan dan letak topografinya. Varietas unggul baru, seperti, Ciherang, Cibogo, Cigeulis, Way Apo Buru, Mekongga, dan Widas hampir semuanya cocok ditanam pada lahan sawah tadah hujan.







1.2              Tujuan

R  Mengetahui cara pengelolaan tanah sawah tadah hujan
R  Mengetahui hal yang harus di perhatikan pada saat pengelolaan tanah tadah hujan
R  Mengetahui pola penanaman tanaman palawija pada lahan sawah tadah hujan
R  Mengetahui hasil penanaman tanaman palawija pada lahan sawah tadah hujan




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian tadah hujan adalah usaha pertanian yang memanfaatkan hujan sepenuhnya sebagai sumber air. Usaha pertanian ini telah menyediakan bahan pangan di berbagai kawasan di negara miskin dan berkembang. Di Afrika sub Sahara, pertanian tadah hujan menyumbang sebanyak 95%, di Amerika Latin 90%, Timur Tengah dan Afrika 75%, Asia Timur 65%, dan Asia Selatan 60%. Tingkat produktivitas pertanian tadah hujan secara umum rendah dikarenakan kondisi tanah yang terdegradasi, tingginya evaporasi, kekeringan, banjir, dan minimnya manajemen air. Namun usaha pertanian tadah hujan memiiki potensi untuk lebih produktif dengan mengelola air hujan dan kelembaban tanah lebih efektif.
Sawah tadah hujan adalah sawah yang sistem pengairannya sangat mengandalkan curah hujan. Jenis sawah ini hanya menghasilkan di musim hujan. Di musim kering sawah ini dibiarkan tidak diolah karena air sulit didapat atau tidak ada sama sekali. Sawah tadah hujan umumnya hanya dipanen setahun sekali. Intensitas penggunaan tenaga kerja di sawah tadah hujan lebih tinggi karena petani harus menyulam (menanam kembali) lebih sering dibandingkan sawah beririgasi, akibat suplai air yang tidak stabil ( Wikipedia, 2014 ).
Kesuburan lahan sawah tadah hujan tidak sesubur lahan sawah irigasi, untuk itu dalam penerapan teknologi budidaya padi yang digunakan umumnya menggunakan teknologi "gogo rancah (gora)". Sarana produksi yang diperlukan untuk melakukan budidaya padi sawah tadah hujan, hampir sama dengan sarana produksi yang dipergunakan pada budidaya padi sawah irigasi yaitu : 1) lahan; 2) benih/bibit; 3) saluran irigasi; 4) pupuk; 5) obat-obatan; 6) peralatan pengolahan tanah; 7) peralatan panen dan pasca panen; dan 8) tempat penyimpanan,
( wordpress.com,2009 ).


BAB III
PEMBAHASAN

Usaha tani Padi sawah tadah hujan memiliki prospek yang sangat baik terutama pada daerah yang memiliki bulan basah berturut-turut 4-8 bulan. Produksi padi sawah tadah hujan saat ini rata-rata baru mencapai 3,0-4,0 ton/ha sementara hasil penelitian IRRI-CRIFC sudah mencapai 6,5-7,5 ton/ha. Teknologi padi sawah tadah hujan yang tepat diharapkan mampu meningkatkan produktivitas padi gogo.
Pengaruh Iklim pada Keadaan Tanah Lahan Sawah Tadah Hujan, Lahan kering adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air dalam kurun waktu tertentu, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Menurut hasil rumusan Seminar Nasional Pengembangan Wilayah Lahan Kering di Mataram bulan Mei 2002, wilayah lahan kering mencakup : sawah tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumput, dan padang penggembalaan.
Tanah yang baik adalah tanah yang mampu menyediakan unsur-unsur hara secara lengkap. Namun pertumbuhan tanaman juga di pengaruhi faktor-faktor penunjang kesuburan tanah. Selain harus mengandung zat organik dan anorganik, air dan udara, yang tidak kalah penting adalah pengolahan tanah yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Tanah yang gembur akibat pengolahan memiliki rongga-rongga yang cukup untuk menyimpan air dan udara yang di butuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi ini juga menguntungkan bagi mikroorganisme tanah yang berperan dalam proses dekomposisi mineral dan zat organik tanah, sehingga zat hara yang dibutuhkan tanaman mudah diserap oleh tanaman.


3.1       Karakteristik Tanah Sawah Tadah Hujan
Lahan sawah tadah hujan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Pengairan tergantung pada turunnya air hujan;
2) Kandungan unsur hara rendah maka tingkat kesuburan tanah juga rendah;
3) Bahan organik relative rendah dan sulit dipertahankan dalam jangka panjang;
4)  Produktivitas rendah (3,0 - 3,5 ton per hektar).
Lapisan atas pada tanah sawah tadah hujan lebih padat dari pada lapisan bawah, dan pori drainase yang cepat atau pori aerasi yang cukup baik. Tanah sawah tadah hujan memiliki kemampuan potensial menahan air hujan dan aliran permukaan yang hampir sama dengan tanah irigasi. Sehingga selisih tinggi genangan dan tinggi pematangnya juga cukup kecil. Perbedaan ketinggian tersebut merupakan ruang yang dapat diisi sementara oleh air hujan dan aliran permukaan sebelum air mengalir ke sungai atau daerah di bawahnya juga dapat menampung sedimen dari daerah atasnya. Kurangnya penutupan lahan di wilayah bagian atas merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan tanah menahan air hujan dan aliran permukaan. kemampuan tersebut dapat ditingkatkan dengan memperbaiki penutupan lahan baik dengan menanam pohon-pohonan, membuat cekdam atau embung dan memasyarakatkan sistem usaha tani konservasi yakni penerapan teknik-teknik konservasi tanah dan air dalam mengelola lahan usaha tani.
Kendala utama pada lahan sawah tadah hujan ini adalah ketersediaan air yang sangat tergantung kepada curah hujan, sehingga lahan mengalami kekeringan pada musim kemarau (curah hujan rendah). Kemudian lambatnya petani mengadopsi teknologi baru untuk bertanam dua kali setahun, terutama pada daerah-daerah yang berada pada zona iklim tipe D1 sampai E2. Informasi teknologi pola tanam dan pengembangan kedelai secara utuh belum sampai kepada petani sebagaimana yang telah dilaksanakan di beberapa daerah lain.
3.2       Hal Yang Harus Di Perhatikan dalam Pengelolaan Tanah Tadah Hujan :
            1. Pengolahan Tanah
Pengolaan tanah pada tanah sawah tadah hujan dengan olah tanah 2 kali yaitu:
(1) Pada saat musim kemarau atau setelah terjadinya hujan;
(2) Saat menjelang tanam. Olah tanah dengan traktor dengan cara singkal, setelah hujan turun olah lahan untuk menghaluskan tanah kemudian ratakan. Sambil menunggu curah hujan yang cukup, pada setiap petak sawah perlu dibuat saluran keliling dan pada petakan yang luas perlu ditambah pembuatan semacam bedengan dengan lebar sekitar 5 m. Saluran ini sangat diperlukan untuk membuang kelebihan air atau akan berfungsi sebagai saluran drainase.
Dataran banjir biasa digunakan sebagai sawah tadah hujan yang tanahnya terdiri dari Typic Endoaquerts dan Vertic Eutrudepts. selain itu pada sawah tadah hujan dijumpai tanah Vertic Epiaquepts, Vertic Haplustepts dan Vertic Haplustolls.sedangkan untuk Jalur aliran satuan lahan pada penggunaan lahan sawah tadah hujan dijumpai tanah Ustic Endoaquerts, Udic Haplusterts dan Typic Ustorthents.

2.   Varietas
Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian Departemen Pertanian telah mengeluarkan varietas unggul dengan tingkat produksi yang tinggi. Varietas tersebut adalah: Ciherang, Cibogo, Cigeulis, Way Apo Buru, Mekongga dan Widas.

3.  Penanaman
Kegiatan tanam baru dapat dilakukan bila curah hujan sudah cukup stabil atau mencapai sekitar 60 mm/dekade (10 hari).
Di lahan tadah hujan, palawija bisa ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif untuk pelaksanaannya. Alternatif pertama, pada awal musim hujan sampai pertengahan musim huajn, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan, lahan ditanami palawija secara monokultur sebanyak satu kali. Sedangkan alternatif kedua pada awal musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan sampai musim kemarau lahan dapat ditanami palawija secara tumpangsari. Tumpangsari dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah tumpangsari dua tanaman berumur pendek. Misalnya, jagung dengan kacang kedelai, kacang tanah atau kacang hijau. Pada metode ini waktu tanam dilakukan bersamaan. Demikian pula waktu panennya. Karena terdapat tanaman lain, maka jarak tanam jagung harus lebih lebar. Cara kedua dilakukan antara dua tanaman dengan umur berbeda. Misalnya, ubi kayu dengan kacang tanah, kedelai atau kacang hijau. Metode ini waktu tanamnya bersamaan. Ketika tanaman yang berumur pendek sudah dipanen, singkong masih dibiarkan tumbuh sampai saatnya panen. Dengan cara ini, jarak tanam singkong harus lebih lebar.

Dapat juga dengan pola tanam Jajar Legowo (20x10) x 30 cm atau (20x10) x 40 cm, 4-5 butir per lubang. Dengan seperti ini, populasi tanaman mencapai 400.000 rumpun/ha atau 330.000 rumpun/ha. Pelaksanaan penanaman dibantu dengan alat semacam caplakan untuk padi sawah. Alat tersebut mempunyai 4 (empat) titik/mata yang berjarak 20 cm dan 30 cm atau 20 cm dan 40 cm, dan ditambah 2 titik paku yang berjarak 15 cm atau 20 cm dari titik/mata caplakan paling pinggir. Ketinggian titik/mata caplakan sekitar 6-7 cm. Keuntungan cara tanam jajar legowo adalah banyak kemudahan dalam pemeliharaan tanaman terutama penyiangan, penyemprotan dan pemupukan secara larikan.


4.  Pemupukan
Lahan Sawah Tadah Hujan umumnya tidak memiliki unsur hara sebaik lahan sawah irigasi. Lahan sawah tadah hujan membutuhkan pemupukan yang baik. Selain itu, waktu pemupukan juga perlu mendapat perhatian khusus, dimana bila lahan dalam kondisi kering pemupukan tidak dapat dilakukan harus menunggu sampai kondisi lahan menjadi lembab. Untuk meningkatkan efisiensi pupuk an-organic pada lahan sawah tadah hujan perlu ditambahkan pupuk organic atau pupuk kandang sekitar 3-5 ton/ha/tahun. Aplikasi pupuk organic sebaiknya dilakukan setelah pengolahan tanah pertama, dan diharapkan pada pengolahan tanah kedua pupuk organic akan tercampur dengan rata. Pada pemupukan I dilakukan pada umur (10-15) HST berikan 50 kg urea, 100 kg SP36 dan 100 kg KCL/ha. Pemupukan susulan I 35-40 HST dengan dosis pupuk 75 kg/ha. Pemupukan susulan II yaitu: pada saat primordial dengan takaran 75 kg/ha.

5.  Pengendalian Hama Dan Penyakit

Pada saat pertumbuhan vegetatif, hama yang sering menyerang adalah lalat bibit dan penggerek batang. Pada pertumbuhan lanjut, hama penggerek batang, pemakan dan penggullung daun juga sering menyerang. Pada beberapa lokasi juga ada kemungkinan hama wereng coklat dan wereng hijau penular penyakit tungro menyerang pertanaman. Bila tanaman sudah keluar malai, hama kepik hijau dan walang sangit juga sering menyerang.
Selain adanya serangan hama, penyakit utama usahatani ini adalah penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Pycularia grisea dan penyakit bercak daun coklat Helminthosporium oryzae dan bercak daun bergaris Cercospora orizae. Cara pengendalian penyakit yang paling efektif dan efisien adalah dengan menanam varietas padi yang tahan, seperti varietas Tukad Petanu untuk penyakit Tungro dan varietas Ciherang yang tahan wereng coklat biotipe 2.. Pemberian pupuk organik N, P dan K yang berimbang selain meningkatkan produksi juga dapat menekan keparahan penyakit bercak daun. Bahkan dengan pengembalian jerami dan pemberian pupuk kandang dapat mengurangi kerugian oleh penyakit ini (Suparyono et al., 1992). Sistem tanam multi varietas atau mozaik varietas juga bisa ditempuh untuk mengurangi penyebaran penyakit dalam waktu singkat.
Gangguan lain yang sering muncul di lapangan adalah adanya kompetisi dengan tumbuhan pengganggu atau gulma. Bila pertumbuhan gulma padat, tanaman pokok padi akan sangat menderita karena kalah bersaing dalam mendapatkan air dan hara. Pengendalian gulma sebaiknya dilakukan lebih awal. Penyiangan pertama gan kedua dilakukan pada umur 30-45 hari setelah tumbuh. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan kored. Penyiangan ini sekaligus sebagai cara pembumbunan tanaman.
Gunakan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu: pengendalian dilakukan secara fisik, mekanis atau kimiawi. Penggunaan secara kimiawi dapat dilakukan apabila populasi organisme penggangu tanaman (OPT) sudah melebihi ambang batas ± >5 dalam satu rumpun tanaman (OPT) sudah melebihi ambang batas ± >5 dalam satu rumpun.

3.3       Pengaruh Keadaan Tanah Terhadap Pengaplikasian Teknologi Pengolahan Tanah di Lahan Sawah Tadah Hujan
Teknologi dalam pengolahan lahan kering, pada dasarnya sangat berperan penting dan dapat memberikan dampak perubahan yang baik, namun para petani pada umumnya lebih banyak menggunakan cara bertani yang tradisional dan masih primitif, yaitu bagaimana tata cara yang di ajarkan oleh nenek moyang mereka. Hal inilah yang bisa membuat pertanian masih jauh dari keberhasilan, walaupun apabila kita melihat ada beberapa petani yang sudah memanfaatkan teknologi yang canggih, akan tetapi itu hanya sebagian kecilnya saja.
Teknologi dalam hal ini adalah mesin traktor yang di gunakan untuk membajak lahan subur maupun lahan kering. Dalam hal ini, hanya sebagian kecil saja petani yang sudah menggunakan mesin traktor ini, dan yang sebagian besar yang lainnya tidak mau menggunakan mesin traktor karena mereka beranggapan bahwa menggunakan traktor lebih banyak menghabiskan biaya, selain itu petani juga sebenarnya berpikir logis, yaitu petani ada yang berpikir bahwa karena mesin traktor ini bisa menyebabkan lahan menjadi tidak terlalu subur, hal ini dikarenakan bahwa pada saat pembajakan ada bahan kimia seperti bensin atau solar yang di gunakan dalam traktor terjatuh ke dalam lahan, sehingga bisa membuat lahan menjadi kurang subur. Sehingga dengan hal ini para petani beranggapan bahwa mereka akan merugi, padahal menurut hasil yang di dapatkan, mereka akan mendapatkan hasil yang lebih besar, namun karena para petani sudah terdoktrin untuk tidak menggunakan teknologi ini.
Sumber daya air merupakan merupakan faktor pembatas utama dalam pengelolaan wilayah lahan kering. Ada sebuah teknologi yang sangat berguna bagi para petani dalam pengolahan lahan kering, yaitu mesin penyedot air dari sungai yang akan di alirkan ke sawah-sawah dan ini sudah banyak petani yang mengunakannya. Mesin ini dinamakan mesin ”diesel”. Konservasi air pada lahan kering menjamin keberhasilan pertanian di lahan kering. Dengan teknologi seperti ini, maka petani sudah biasa lebih ringan dalam mengolah lahan pertanian mereka.
3.4       Optimalisasi Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan sawah tadah hujan merupakan sumber daya fisik yang potensial untuk pengembangan pertanian, seperti padi, palawija dan tanaman holtikultura. Di Sumatera Barat luas areal sawah tadah hujan tercatat seluas 53,724 ha yang tersebar di beberapa kabupaten dan kota (BPS Sumbar, 2007). Daerah yang mempunyai areal sawah tadah hujan yang luas adalah Kabupaten Pesisir Selatan 11.484 ha (21,4%), Lima Puluh Kota 8.144 ha (15,2%), Tanah Datar 5.878 ha(10, 9%), Sijunjung 5.829 ha (10,8%), Pasaman Barat 4.890 ha (9,1%) dan Padang Pariaman 4.522 ha (8,4%).
Pada umumnya lahan sawah tadah hujan ini hanya ditanami padi sekali dalam setahun yaitu pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau sebagian di antaranya mengalami bera sampai pada musim tanam berikutnya. Bahkan pada beberapa daerah atau lokasi, lahan tidur akibat keterbatasan air dan pengolahan yang tidak benar. Lahan yang seperti ini banyak dimanfaatkan sebagai areal penggembalaan ternak.
Di Sumatera Barat umumnya perbedaan musim hujan dan kemarau tidak tegas, pada musim kemarau curah hujan masih dapat mendukung pertumbuhan tanaman untuk berproduksi. Karena periode bulan-bulan keringnya relatif pendek (2-4 bulan), termasuk tipe iklim B2 dan C2. Kondisi ini masih memungkinkan untuk bertanam palawija sesudah padi seperti jagung, dan yang beresiko tinggi untuk bertanam lebih dari satu kali dalam setahun adalah daerah-daerah yang bertipe iklim D dan E dengan bulan-bulan basah yang panjang penanaman jagung sesudah padi, di lahan sawah tadah hujan dapat dilaksanakan pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau.
Pemanfaatan lahan sawah tadah hujan dengan budidaya jagung bertujuan untuk meningkatkan indeks pertanaman dan meningkatkan pendapatan petani. Dengan tidak hanya tergantung pada padi. Dengan penerapan pola tanaman padi sawah yang diikuti jagung diharapkan dapat memberikan keuntungan yang lebih besar. Penelitian bertujuan untuk meningkatkan produksi padi dan jagung melalui perbaikan teknologi budidaya dan melihat besarnya keuntungan yang diberikan oleh tanaman jagung sesudah padi.
Penelitian dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan Nagari Surantih Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat MT 2005/2006. Pada musim hujan dilaksanakan penanaman 2 varietas padi sawah (IR42 dan Batang Lembang), kedua varietas ditanam pada hamparan yang berbeda dengan perlakuan yang sama, yaitu teknologi introduksi. Pengolahan tanah dilakukan secara intensif, dibajak 2 kali dan digaru 1 kali sebelum tanam, bibit dipindahkan ke lapangan umur 20 hari, jarak tanam 20×20 cm. Pupuk diberikan dengan takaran Urea 150 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCL 50 kg/ha. Penyiangan 2 kali yaitu 20 dan 42 hst dan pengendalian hama dan penyakit berdasarkan pemantauan di lapangan.
Data yang diamati yaitu hasil gabah (GKP/ha) yang diamati dari 10 sampel dari masing-masing varietas. Pada MK (musim kemarau) dilanjutkan dengan penanaman jagung, di setiap hamparan ditanam 2 varietas jagung komposit (Bisma dan Sukmaraga) dengan sistem TOT (Tanpa Olah Tanah). Persiapan lahan dengan penyemprotan herbisida Round Up (3 l/ha), kemudian pembuatan lubang tanam 80×40 cm. Benih ditanam 2 biji/lobang. Sebelum tanam, benih diberi Saromil (3, 5 g/kg benih) guna pencegahan hama lalat bibit atau penggerek batang. Pupuk diberikan dengan takaran Urea 250 kg/ha, SP36 1 kg/ha, urea 250 kg/ha, SP 36 100 g/ha, KCL 100 kg/ha dan pupuk kandang 2t/ha. Seluruh pupuk kandang, SP 36, dan 1/3 takaran Urea dan KCL diberikan waktu tanam dan sisanya diberikan pada umur 30 HST bersamaan dengan pembubunan. Panen dilakukan berdasarkan kriteria masak panen yang ditandai dengan kelobot sudah kering dan biji sudah keras. Data yang diamati terdiri dari pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil serta analisa biaya.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa rata-rata hasil varietas IR42 3,87 t/ha dengan kisaran 3, 32-4,55 t/ha dan varietas Batang Lembang 4,31 t/ha dengan kisaran 3,70-5,60 t/ha. Rata-rata hasil yang dicapai pada kedua varietas masih tergolong rendah dan bervariasi antar lokasi. Walaupun demikian hasil yang dicapai baru sekitar 2,50 t/ha. Masih rendahnya hasil yang dicapai berkaitan dengan ketersediaan air selama pertumbuhan tanaman di samping pengelolaan tanaman yang belum intensif, terutama sekali pemberian pupuk. Pemberian pupuk yang dilakukan petani masih di bawah dosis anjuran. Padi varietas IR42 sudah lama diusahakan oleh petani di Surantih Pesisir Selatan, tetapi hasil yang dicapai belum optimal, sedangkan pada lokasi yang mendapat air irigasi yang teratur varietas ini dapat memberikan hasil >5,0 t/ha dan penanaman dapat dilakukan 2 kali dalam setahun.
Sedangkan di lahan sawah tadah hujan Surantih penanaman padi hanya dilakukan sekali dalam setahun. Padi varietas Batang Lembang dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan varietas IR42 di lahan sawah tadah hujan Surantih (>5,0 t/ha). Baik varietas IR42 maupun Batang Lembang dengan pengelolaan yang lebih baik, kemungkinan dapat memberikan hasil yang lebih baik. Di lahan sawah irigasi di Surantih varietas Batang Lembang dapat memberikan hasil di atas 6,0 t/ha.
Penanaman jagung sesudah padi varietas IR42, jagung varietas Bisma dapat memberikan sebesar 6,85 t/ha dan varietas Sukmaraga sebesar 7,31 t/ha. Hal yang sama juga terlihat pada penanaman jagung setelah padi varietas Batang Lembang. Jagung varietas Bisma dan Sukmaraga masing-masing dapat memberikan hasil sebesar 6,82 dan 6,90 t/ha.
Hal ini menunjukkan bahwa jagung varietas Sukmaraga berpotensi dikembangkan pada lahan sawah tadah hujan, karena dapat memberikan hasil dari kedua varietas ini disebabkan faktor genetik dan adaptasi tanaman terhadap lingkungan juga berbeda. Secara umum penanaman jagung sesudah padi pada lahan sawah tadah hujan dapat meningkatkan IP dari 100 menjadi 200.
Penanaman jagung sesudah padi di lahan sawah tadah hujan Surantih Kabupaten Pesisir Selatan dapat meningkatkan pendapatan petani. Jagung varietas Bisma dengan hasil rata-rata sebesar 6,84 t/ha memberikan keuntungan Rp.6.537.920, -/ha.
Penempatan jagung dalam sistem pola tanam di lahan sawah tadah hujan dapat memberikan pendapatan tambahan bagi petani, dan pendapatan petani tidak hanya bergantung pada satu komoditas. Tinggi atau rendahnya keuntungan yang diperoleh dari usaha tani jagung sangat bergantung pada pengelolaan tanaman dan harga pasaran jagung; kemungkinan keuntungan yang diperoleh lebih besar bila harga jagung cukup tinggi.








BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan

     Sawah tadah hujan adalah sawah yang pengairannya berasal dari air hujan. Pada sawah ini, tanaman padi sangat bergantung pada musim hujan. Setiap tahun petani dapat panen padi 1-2 kali. Untuk menghindari ancaman kekeringan pada musim kemarau, petani lebih banyak menanam padi 1 kali diselingi dengan tanaman palawija lainnya.
Bertanam padi di sawah tadah hujan dalam mengusahakan padi disawah, soal yang terpenting adalah bidang tanah yang ditanami harus dapat :
a.       Menanam air sehingga tanah itu dapatb digenangi air
b.       Mudah memperoleh dan melepaskan air

Hal_hal yang perlu diperhatikan dalam sawah tadah hujan yaitu
a.       Varietas
b.      Penanaman
c.       Pemupukan
d.      Pengendalian Hama dan Penyakit









DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian_tadah_hujan ( Diakses pada 20 November 2014 ).

http;//Teknologi%20Mendukung%20Lingkungan%20_%20BALTYRA.htm
( Diakses pada 20 November 2014 ).

http;//Pengelolaan_Sawah_Tadah%20Hujan%20_%20Ngori%20News%20Online.htm  ( Diakses pada 20 November 2014 )






0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 BERBAGI ITU INDAH All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.